close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto (kiri) bersama Presiden Joko Widodo (kanan). /Foto Antara
icon caption
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto (kiri) bersama Presiden Joko Widodo (kanan). /Foto Antara
Politik
Rabu, 14 Agustus 2024 19:59

Mundurnya Airlangga: Saat penegak hukum jadi tukang gebuk penguasa

Aktivis 98 menyebut ada peran Jokowi dalam kemunduran Airlangga Hartarto dari kursi Ketum Golkar.
swipe

Rumor mengenai rencana pemeriksaan eks Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sempat beredar di kalangan wartawan, Selasa (13/8). Airlangga bahkan disebut-sebut bakal ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. 

Namun, kabar itu dibantah Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar. Harli menegaskan Kejagung belum punya rencana memeriksa Airlangga. 

"Kami sampai saat ini belum mendapatkan info soal itu. Kami baru mendapatkan info dari teman-teman media,” kata Harli kepada wartawan 
di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (14/8). 

Airlangga mundur dari jabatannya sebagai Ketum Golkar, akhir pekan lalu. Kemunduran Airlangga terkesan janggal lantaran Golkar tergolong sukses di Pileg 2024. Airlangga sedang menggalang dukungan dari DPD Golkar untuk mencalonkan diri lagi pada Munas Golkar. 

Dugaan adanya intervensi politik dalam kemunduran Airlangga diungkap sejumlah eks aktivis 1998, termasuk di antaranya akademikus dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid. 

Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta Pusat, belum lama ini, para aktivis menduga Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut cawe-cawe dalam peristiwa mundurnya Airlangga. 

"Kasus Airlangga ini hanyalah puncak dari gunung es di antara sekian banyak kasus-kasus intervensi partai politik melalui hukum yang digunakan sebagai senjata politik,” kata Usman.

Pada Juli 2023, saat minyak goreng langka di pasaran, Airlangga sempat diperiksa penyidik Kejagung. Airlangga diduga tersangkut kasus perizinan ekspor crude palm oil (CPO) ke sejumlah perusahaan. 

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) dari Universitas Gajah Mada (UGM) Zaenur Rohman menganggap wajar jika publik mengaitkan kemunduran Airlangga dengan kasus hukum yang tengah membelitnya. Apalagi, kasus tersebut terkesan dibiarkan berlarut-larut. 

“Salah satunya (dampak lambatnya penanganan kasus) yakni kecurigaan orang bahwa proses hukum digunakan sebagai alat politik,” kata Zaenur kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (14/8).

Zaenur sepakat ini bukan kali pertama Kejagung terkesan dijadikan alat penggebuk bagi penguasa. Ia mencontohkan kasus korupsi yang digarap Kejagung pada 2023. Dalam kasus itu, politikus NasDem Johny G Plate ditetapkan sebagai tersangka dan sudah divonis. 

Kasus itu terkesan dikebut setelah NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden di Pilpres 2024. Jokowi dianggap berseberangan dengan Anies. 

Menurut Zaenur, masih ada banyak pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Namun, Kejagung belum membidik pihak-pihak tersebut. Ia menduga Kejagung sedang "menabung perkara" sesuai arahan penguasa. 

“Itu bisa menimbulkan tuduhan tebang pilih dan tuduhan politisasi. Kalau dibuat tabungan perkara, maka tuduhan politisasi itu menjadi sangat kuat,” kata Zaenur. 

Pegiat anti korupsi dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah Castro meminta agar Kejagung bekerja sesuai bukti-bukti dan fakta hukum. 

Ia pun menganggap wajar jika publik menerka ada intervensi politik dalam peristiwa mundurnya Airlangga dan menilai kejaksaan sebagai tukang pukul atau centengnya pemerintah.

“Kalau memang Airlangga punya peran, dikejar aja. Cuma kan persoalannya, kenapa baru sekarang ini mencuat kembali? Harusnya kalau terlibat, mestinya diproses sejak awal. Ini yang membuat publik mencurigai adanya politisasi,” jelasnya kepada Alinea.id.

 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan