close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan sejumlah pengemudi ojek daring di Istana Kepresidenan, Jakarta, Maret 2025. /Foto Instagram @prabowo
icon caption
Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan sejumlah pengemudi ojek daring di Istana Kepresidenan, Jakarta, Maret 2025. /Foto Instagram @prabowo
Politik
Rabu, 19 Maret 2025 12:04

Saat Prabowo jadi "pemadam kebakaran" para menteri

Prabowo berulang kali menganulir kebijakan-kebijakan kementerian yang memicu protes keras dari publik.
swipe

Setelah memicu protes publik, pemerintah akhirnya merevisi kebijakan penundaan pengangkatan calon aparatur sipil negara (CASN) dan calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) hasil seleksi 2024. Calon pegawai negeri sipil (CPNS) diangkat paling lambat Juni 2025, sedangkan PPPK diangkat paling lambat Oktober 2025.

Keputusan itu diumumkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) di Jakarta, Senin (17/03). Menpan-RB Rini Widyantini turut hadir dalam konferensi pers itu. 

"Bapak Presiden mengambil keputusan dan telah menyetujui untuk memberikan arahan sebagai berikut. Pertama, pengangkatan CASN dipercepat, yaitu untuk CPNS diselesaikan paling lambat pada bulan Juni tahun 2025, sedangkan untuk PPPK seluruhnya diselesaikan paling lambat pada bulan Oktober tahun 2025," ujar Prasetyo. 

Menpan-RB Rini Widyantini mengatakan pengangkatan CPNS bisa digelar jauh lebih cepat, yakni pada April 2025, jika instansi kementerian dan lembaga sudah siap menerima pegawai baru. "Kalau memang mereka betul-betul sudah siap, tidak ada persoalan," ujar Rini.

Sebelumnya, KemenPAN-RB mengumumkan bahwa pengangkatan CASN 2024 menjadi ASN dilaksanakan serentak pada 1 Oktober 2025. Adapun PPPK tahap I dan tahap II dilaksanakan serentak Maret 2026. Kementerian berdalih keputusan itu diambil supaya CASN yang telah lulus seleksi bisa bekerja pada waktu yang sama.

Ini kesekian kali Prabowo menganulir kebijakan yang diambil menterinya. Bulan lalu, Prabowo mencabut kebijakan larangan pengecer menjual elpiji 3 kilogram (kg) yang diberlakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Keputusan itu diambil Prabowo setelah protes keras dari masyarakat karena gas elpiji 3 kilogram mendadak langka. Februari lalu, Prabowo mengumumkan langsung pembatalan kebijakan yang diambil Menteri ESDM Bahlil Lahadalia itu. 

Awal Januari lalu, Prabowo juga membatalkan rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12%. Setelah ramai-ramai dikritik, pemerintah mengumumkan kenaikan tarif hanya akan diberlakukan untuk barang-barang kategori mewah. 

Analis politik dari Universitas Medan Area, Sumatera Utara, Khairunnisa Lubis menyebut sejumlah "situasi" yang mungkin terjadi di balik rutinnya Prabowo menganulir kebijakan para menteri. Pertama, Prabowo mengalah karena tekanan dari publik dan elite politik. 

"Gaya menganulir kebijakan di masa pemerintahan Prabowo ini bisa terjadi karena adanya tekanan politik, seperti dinamika politik dalam negeri, termasuk tekanan dari partai politik, kelompok kepentingan, atau publik," kata Nisah, sapaan akrab Khairunnisa, kepada Alinea.id, Selasa (18/3).

Kedua, Prabowo sedang menjalankan strategi "cek ombak." Prabowo menggunakan para menteri untuk merilis kebijakan-kebijakan kontroversial. Namun, ia menganulir kebijakan itu jika kencang dikritik publik sehingga citranya sebagai presiden prorakyat tetap terjaga. 

"Tidak menutup kemungkinan sih ya ini dilakukan untuk cek ombak terhadap respons publik, sekaligus juga personal branding politik untuk Prabowo sendiri," jelas Nisah.

Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farchan menilai, tren menganulir kebijakan menteri yang dilakukan pemerintah berpangkal dari ketidakpiawaian para pembantunya dalam menerjemahkan visi dan misi Prabowo. 

"Sehingga begitu mendapat protes keras Prabowo harus buru-buru menganulir agar tidak merusak citra pemerintah. Sebenarnya bagus bertindak cepat menganulir kebijakan yang mengusik hajat hidup orang banyak," kata Yusak kepada Alinea.id. 

Sayangnya, lanjut Yusak, Prabowo tidak cukup berani me-reshuffle menteri yang membuat kebijakan keliru dan menyusahkan hajat hidup orang banyak. Padahal, kebijakan-kebijakan kontroversial para menteri itu mengindikasikan mereka tak memahami visi-misi Prabowo. 

"Harusnya Prabowo melakukan reshuffle menteri yang sudah jelas membuat kebijakan menyengsarakan rakyat. Cuma Prabowo rupanya belum cukup berani karena mungkin pertimbangan dukungan politik dari partai politik," kata Yusak.  

Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan mengatakan anulir kebijakan yang dilakukan Prabowo mengindikasikan perencanaan kebijakan yang buruk. Walhasil, kebijakan-kebijakan yang diberlakukan para menteri banjir kritik dan terpaksa direvisi. 

"Jadinya, setengah hati dan bahkan dalam kasus tertentu ditarik lagi. Bahwa Presiden harus banyak mendengar kritik itu bagus. Tetapi, di sisi lain, ini dapat menghambat akselerasi program-program yang memerlukan eksekusi jangka pendek, menengah, dan panjang," kata Bakir kepada Alinea.id. 

Bakir menyebut anulir kebijakan para menteri oleh Prabowo itu terkesan ironis. Pasalnya, Prabowo selalu menekankan pentingnya kebersamaan, kekompakan, dan soliditas antara presiden dan para menteri di Kabinet Merah Putih. 

"Justru langkah anulir menunjukkan rapuhnya soliditas sekaligus kegagalan Prabowo mengonsolidasikan kabinetnya. Lebih dari itu, revisi kebijakan bisa berdampak negatif pada citra menteri terkait," kata Bakir.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan