close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Eks pemimpin Front Pembela Islam.
icon caption
Eks pemimpin Front Pembela Islam.
Politik
Rabu, 26 Juni 2024 12:05

Saat Rizieq mulai terang-terangan "menantang" Prabowo

Rizieq sempat menawarkan gerakan rakyat saat Prabowo kalah di Pilpres 2019.
swipe

Eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) kembali rajin mengkritik rezim penguasa. Dalam sebuah video yang viral di media sosial, Rizieq menyentil kebijakan naturalisasi dokter alias impor dokter dari luar negeri. 

Rizieq menyebut Indonesia kekurangan dokter lantaran pemerintah tak mampu memangkas biaya kuliah di fakultas kedokteran yang terlampau mahal. Secara tersirat, ia juga menyalahkan publik yang lebih memilih program makan siang gratis ketimbang kuliah gratis. 

"Rasain lu kuliah mahal. Ya, dia pilih dia lagi, diajak berubah enggak mau, rasain!" ucap Rizieq.

Program makan siang dan susu gratis ialah salah satu janji kampanye pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) di Pilpres 2024. Pada pilpres kali ini, Rizieq berada di barisan pendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) yang mengusung jargon perubahan. 

Kritik Rizieq memicu perdebatan netizen di X (dulu Twitter). Sejak Jumat (21/6) malam Sabtu (22/6) pagi, nama Rizieq masuk di jajaran trending topic media sosial milik Elon Musk itu. 

"Karena kuliah di fakultas kedokteran mahal, ratusan juta (rupiah). Kalau enggak punya duit ratusan juta, jangan mimpi kuliah di fakultas kedokteran," ucap Rizieq.

Dalam sebuah tausyiah di kawasan Petojo, Jakarta Barat, pada Maret lalu, Rizieq sempat mengkritik hasil Pemilu 2024, khususnya Pilpres 2024. Ia mengatakan hasil Pilpres 2024 harus ditolak lantaran dipenuhi kecurangan. 

"Jangan bersatu dalam kemungkaran, jangan bersatu dalam kebiadaban, dan jangan bersatu dalam korupsi. Juga jangan bersatu dalam kecurangan," kata Rizieq ketika itu. 

Pada Pilpres 2019, Rizieq ialah salah satu ulama pendukung Prabowo-Sandi. Ia bahkan sempat menawarkan "people power" saat Prabowo memprotes hasil Pilpres 2019 dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Namun, tawaran itu tak diamini Prabowo. 

Sosiolog Musni Umar berharap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini dan pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan tak berlebihan menanggapi kritik-kritik dari Rizieq. Menurut dia, kritik dari Rizieq semestinya dianggap sebagai nasihat untuk kebaikan bangsa dan negara.

"Sebagai contoh, impor dokter. Sejatinya tidak perlu dilakukan karena bangsa Indonesia bisa mencetak dokter yang ahli dan kompeten. Masalahnya, beberapa waktu lalu, pembukaan program kedokteran dimoratorium. Setelah ribut, baru prodi kedokteran dibuka," ucap Musni kepada Alinea.id, Senin (24/6).

Dalam kritiknya ihwal naturalisasi dokter, menurut Musni, Rizieq sedang meminta pertanggungjawaban pemerintah. Meskipun alokasi anggaran untuk pendidikan mengambil porsi anggaran hingga 20% dari APBN atau menyentuh Rp665 triliun, masyarakat miskin tetap kesulitan melanjutkan sekolah yang ke jenjang yang lebih tinggi. 

"Tidak ada ulama yang berani kritik kecuali HRS. Padahal, pendidikan untuk semua merupakan perintah agama. Dana pendidikan yang sangat besar jumlahnya, kontras dengan biaya UKT (uang kuliah tunggal) yang naik sampai 500%," ucap Musni.

Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Bakir Ihsan menilai Rizieq mulai memanfaatkan media sosial dan forum-forum terbuka untuk menyampaikan kritik lantaran saluran-saluran lain untuk mengkritik penguasa telah tertutup. 

"Sehingga dia lontarkan di forum terbuka," ucap Bakir kepada Alinea.id, Senin (24/6).

Menurut Bakir, Rizieq mulai rajin mengkritik pemerintah di hadapan publik karena pemerintah juga merasa pengaruh Rizieq tak lagi sekuat saat jadi pemimpin FPI. Tak lagi diawasi ketat, Rizieq pun semakin lantang mengkritik.

"Ketiga, secara psikologis, HRS punya kecenderungan konfrontatif” terhadap hal-hal yang dianggapnya tidak sesuai dengan yang diharapkan," ucap Bakir. 

Asalkan konsisten, menurut Bakir, Rizeq bisa kembali muncul jadi tokoh oposan penguasa seperti pada era Jokowi. "Apabila, ketiga faktor tersebut tetap ada, maka sepanjang itu pula posisi oposannya akan seperti selama ini," ucap Bakir.

 

Artikel ini ditulis oleh :

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor
Bagikan :
×
cari
bagikan