close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). /Foto Instagram @presidenyudhoyonoalbum
icon caption
Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). /Foto Instagram @presidenyudhoyonoalbum
Politik
Kamis, 27 Februari 2025 12:02

Saat SBY mengeluhkan fenomena perwira TNI aktif di pos sipil

Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menceritakan betapa susahnya mereformasi militer pasca runtuhnya Orde Baru.
swipe

Presiden ke-6 RI yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan agar prajurit TNI aktif  mundur ketika masuk dalam dunia politik atau pemerintahan. Pernyataan itu diutarakan SBY dalam pengarahan kepada seluruh kader Partai Demokrat di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/2). 

SBY menceritakan pengalamannya ketika menjabat Ketua Reformasi ABRI setelah Orde Baru runtuh. Sebagai bagian dari upaya mereformasi militer, SBY dan timnya membuat kebijakan yang mewajibkan TNI aktif mundur jika ingin terlibat dalam pemerintahan.

"Kami jalankan. Benar, saya tergugah, terinspirasi. Kalau masih jadi jenderal aktif, misalnya, jangan berpolitik. Kalau mau berpolitik, pensiun,” kata mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) itu.  

SBY mengungkapkan kebijakan itu juga diikuti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra sulungnya. Meskipun baru diangkat menjadi Komandan Batalyon Infanteri Mekanis 203/Arya Kemuning pada 2015, AHY memutuskan keluar dari TNI dan melepas jabatannya saat diusung menjadi calon gubernur di Pilgub DKI Jakarta 2017.

Pernyataan SBY direspons Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Wamenko Polkam), Lodewijk F Paulus. Menurut Lodewijk, pemerintah sedang membahas regulasi yang mengatur penempatan TNI aktif di jabatan sipil. 

"Contoh mungkin seperti Kabulog. Oh, apakah dia harus sipil? Kalau misalnya, di situ ketentuannya sipil, maka yang bersangkutan harus mengajukan pensiun dini. Nah, seperti itu kan,“ ujar politikus Partai Golkar tersebut. 

Belum lama ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menunjuk Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog. Sebelumnya, Novi menjabat sebagai Asisten Teritorial (Aster) Panglima TNI. 

Saat ini, DPR dan pemerintah juga tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Salah satu poin revisi ialah terkait penempatan prajurit TNI aktif di pos-pos sipil. 

Peneliti Imparsial Hussein Ahmad menganggap wajar jika SBY mengeluhkan maraknya perwira TNI aktif yang mengisi jabatan sipil di era pemerintahan Prabowo Subianto. SBY merupakan sosok purnawirawan yang sudah susah payah memutus dwifungsi ABRI di ranah politik praktis dan pemerintahan. 

"Karena sudah sangat keterlaluan. Bayangkan saja! Masa Dirut Bulog diisi oleh (perwira) TNI aktif?" kata Hussain kepada Alinea.id, Selasa (25/2).

Pada Pasal 47 ayat 1-3 UU TNI, disebutkan bahwa prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Prajurit aktif hanya boleh menduduki jabatan sipil yang masih ada kaitannya dengan bidang pertahanan.

Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, Dewan Pertahanan Nasional, search and rescue (SAR), BNN, dan Mahkamah Agung.

"Jadi, memang rancangan reformasi TNI yang dulu dilakukan SBY dihancurkan pada era Prabowo. Selain itu, kritik SBY ini juga disampaikan untuk rezim Jokowi yang terlebih dulu membuka lebar masuknya TNI ke jabatan sipil," kata Husein. 

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan mengatakan UU TNI sudah memberikan limitasi ketat untuk jabatan sipil yang bisa dimasuki TNI aktif. Prajurti aktif hanya bisa ditugaskan memegang jabatan pada operasi militer selain perang (OMSP).

Yang temasuk OMSP, lanjut Halili, semisal operasi mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata, mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis, dan melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri. 

"Mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya, memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta, membantu tugas pemerintahan di daerah, membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang," jelas Halili kepada Alinea.id

Selain itu, TNI juga bisa diperbantukan untuk mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, menanggulangi akibat bencana alam, membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue), serta ikut mengamankan pelayaran dan penerbangan. 

Namun, menurut Halili, saat ini banyak perwira TNI aktif yang menjabat posisi strategis di pemerintahan. Selain Dirut Bulog, Halili mencontohkan posisi Sekretaris Kabinet yang dijabat Mayor Teddy Indra Wijaya. 

"Ini penegasan bahwa supremasi sipil dalam tata demokrasi Indonesia berada dalam ancaman serius dan intrusi TNI aktif ke dalam jabatan sipil sudah melampaui batas sehingga mesti dikoreksi oleh elemen pro demokrasi dan elemen kekuasaan dalam pemerintahan negara, khususnya DPR," kata Halili.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan