Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan para menteri untuk meminta persetujuannya terlebih dahulu sebelum membuat peratura menteri (Permen).
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Sekretariat Kabinet Nomor B-0144/Seskab/Polhukam/04/2020 tertanggal 23 April 2020 yang beredar di kalangan media.
Terkait hal ini, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi langkah presiden. Bagi dia, hal itu memang perlu dilakukan sebagai ketegasan untuk memininalisir regulasi-regulasi yang tidak memiliki satu semangat. Apalagi regulasi untuk menangani pandemi Covid-19.
"Saya kira Presiden memang melihat ada sesuatu yang tidak klop atau tidak pas berbagai waktu belakangan ini, terkait dengan keluarnya beberapa macam permen. Misalnya kemarin itu ada Permenkes terkait pelarangan ojol untuk membawa penumpang. Tidak begitu lama setelah itu keluar Permenhub yang justru membolehkan ojol untuk membawa penumpang. Jadi itu kan dua hal yang tidak sinkron," kata Saleh saat dihubungi Alinea.id, Senin (27/4).
Menurut Saleh, edaran tersebut mengonfirmasi bahwa ada koordinasi yang tidak baik selama ini antara menteri dan Presiden Jokowi dalam membuat kebijakan. Pangkalnya, bisa dilihat dari segala polemik akan setiap kebijakan dalam dekat-dekat ini.
Saleh menambahkan, selain antara Permenkes dan Permenhub yang mengatur mengenai operasional ojek daring, ketidaksinkronan juga terlihat dari aturan mengenai imbauan larangan mudik.
Saat Presiden Jokowi telah tegas melarang masyarakat untuk mudik, namun imbauan tersebut seolah kontradiktif dengan Permenhub Larangan Mudik 2020 yang baru diterbitkan.
"Jadi mudik itu kan dilarang, nah muncul Permenhub larang mudik juga. Di Permenhub yang dilarang adalah zona-zona merah. Katanya begitu. Sementara yang dimaksud dengan zona merah itu sendiri menurut saya tidak begitu clear, tidak begitu jelas dalam Permenhub itu. Karena itu nanti akan sulit diimplementasikan," tegas politikus PAN ini.
Atas dasar itulah, kata Saleh, mungkin Presiden baru menyadari, bahwa setiap aturan permen tidak bisa dibuat semena-mena, tanpa dikoordinasikan terlebih dahulu. Sinkronisasi permen nyatanya perlu dilakukan lewat Sekretaris Negara (Setneg) atau pun Sekretaris Kabinet (Setkab).
Oleh karena itu, dengan adanya edaran ini, Saleh berharap setiap kebijakan pemerintah tidak lagi saling berbenturan sehingga membingungkan masyarakat.
Presiden Jokowi, kata Saleh, sebagai penanggung jawab setiap kebijakan juga harus menjalankan imbauan ini dengan tegas.
Artinya, jelas Saleh, jika ada lagi menteri yang mengeluarkan kebijakan yang membingungkan dan menuai banyak polemik, mereka harus diberikan sanksi tegas. Selain itu, para Menteri juga wajib mematuhi segala perintah yang dikeluarlan oleh presiden.
"Jangankan menteri, kita yang rakyat saja kalau keluar Perppres kita ikut. Itu Perpres PSBB kita ikut. Keluar Keppres kita ikut. Ada kenaikan BPJS rakyat kiskin, kita pun ikut. Kenapa anak buah yang setara Menteri enggak ikut? Ya enggak boleh," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dikabarkan telah mengeluarkan Surat Edaran Sekretariat Kabinet Nomor B-0144/Seskab/Polhukam/04/2020 tertanggal 23 April 2020 mengenai perintah untuk para menteri agar memberi laporan sebelum membuat Permen.
Berdasarkan edaran tersebut, Sekretariat Kabinet mengingatkan arahan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas pada 2 Juli 2015, Sidang Kabinet Paripurna pada 12 Februari 2018, dan 14 November 2019.
"Peraturan menteri/kepala lembaga perlu mendapat persetujuan presiden terlebih dahulu," bunyi poin 1 surat tersebut dilansir Tempo, Ahad, 26 April 2020.
Menurut SE Setkab itu, permen yang perlu mendapat persetujuan dari presiden adalah yang memiliki kriteria: Berdampak luas bagi kehidupan masyarakat, bersifat strategis (berpengaruh pada program prioritas presiden, target yang ditetapkan dalam RPJMN dan RKP, pertahanan dan keamanan, serta keuangan negara), atau lintas kementerian/lembaga.
Sebelum peraturan ditetapkan, para menteri atau kepala lembaga mengajukan permohonan persetujuan secara tertulis kepada presiden melalui Sekretaris Kabinet berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2020 tentang Sekretariat Kabinet.