Seberapa sakti nomor urut caleg di Pemilu 2024?
Setahun menjalani proses pencalegan di Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Joedea Aris Theofilus makin fasih menggunakan kosakata warga dan Jakarta. Ditempatkan di daerah pemilihan Jakarta 4 yang meliputi Pulo Gadung, Matraman dan Cakung, Joedea yakin bisa lolos menjadi anggota DPRD DKI Jakarta.
"Dari serangkaian tes, saya usahakan jelaskan kenapa saya pantas bertarung di dapil ini karena saya punya modal sosial yang cukup di Jakarta 4," kata Joe, sapaan akrab Joedea, saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (15/5).
Joe optimistis bisa menaklukkan dapil Jakarta 4 karena berdomisili di kawasan itu. Meski begitu, ia berharap PSI bakal memberikan nomor urut cantik kepadanya. Ia merasa sebagian besar pemilih masih kerap mencoblos nomor urut teratas saat membuka surat suara.
"Saya masih menunggu sampai daftar caleg tetap. Tetapi, nomor berapa pun saya siap memenangkan PSI," ucap juru bicara DPP PSI itu.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PSI Satia Chandra Wiguna berkata bila PSI sudah memiliki mekanisme khusus untuk menentukan nomor urut caleg mereka. Sebelum menyusun nomor, PSI menggelar proses uji kelayakan dan kepatutan bagi caleg.
"Bobot nilai dari uji kelayakan itu menjadi penentu nomor urut. Kemudian diserahkan bobot penilaian itu kepada teman-teman DPW. Semua bakal caleg dikumpulkan di dapil tertentu," kata Chandra kepada Alinea.id, Senin (21/5).
Chandra merinci sejumlah acuan untuk memberi "nomor cantik" kepada bakal caleg PSI. Pertama, sejauh mana bakal caleg menguasai persoalan-persoalan di dapil yang akan dijadikan tempat pertarungan.
Kedua, seberapa besar modal sosial yang dimiliki caleg untuk mengerek suara PSI. "Dari situ, kami para pengurus itu bisa menentukan dia (caleg) ini layak dapat nomor berapa," ucap Chandra.
PSI, ungkap Chandra, sudah menyerahkan daftar caleg DPR sekaligus nomor urut mereka kepada KPU. PSI tidak akan mengutak-atik daftar caleg itu hingga menjadi daftar caleg tetap (DCT). Itu dilakukan untuk mencegah potensi praktik politik transaksional dalam penentuan nomor urut.
"Kecuali ada perubahan dinamis semisal pengunduran diri. Kedua, mungkin dia pindah partai. Ketiga, pada perjalanannya mereka terlibat kasus dengan yang bertentangan dengan nilai-nilai PSI. Selanjutnya dokumen tidak lengkap sampai batas waktu yang sudah ditentukan. Ya, maka akan kami ganti," jelas dia.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai NasDem Bidang Pemenangan Pemilu Jakfar Sidik mengatakan partainya memberlakukan mekanisme berjenjang dalam penentuan nomor urut bacaleg. Selain diketok dalam rapat pleno, susunan nomor urut juga harus mendapat persetujuan ketua umum.
Jakfar merinci tiga ketentuan utama dalam penyusunan nomor urut. Pertama, nomor urut teratas diberikan kepada caleg petahana. Kedua, nomor terbaik diberikan untuk kader pengurus partai di dapil. Ketiga, nomor urut pertama diberikan kepada calon karena punya elektabilitas tinggi di dapil dan potensial mendongkrak suara NasDem.
"Jadi, kami enggak melakukan jual-beli nomor urut. Kami ada mekanisme dan ada tiga pertimbangan yang kami hitung secara teliti yang sudah dilakukan sejak tahun 2014," ucap Jakfar kepada Alinea.id, Selasa (23/5).
Menurut Jakfar, tak semua caleg petahana mendapat nomor urut teratas. Ada juga caleg yang memilih nomor di papan tengah lantaran sukses dengan nomor tersebut pada edisi Pemilu 2019. "Dia maju menggunakan nomor 5. Ya, sekarang dia pilih nomor itu lagi di dapil dia," imbuhnya.
NasDem, kata Jakfar, sudah menyerahkan daftar bacaleg beserta nomor urutnya kepada KPU. Ia meyakini daftar itu tidak akan berubah hingga penetapan KPU. "Karena sudah kita lakukan proses saring sana, saring sini selama hampir satu tahun," ucap Jakfar.
Jika terjadi perubahan, menurut Jakfar, NasDem harus kembali menggelar rapat dan berkonsultasi dengan ketua umum. "Kalau enggak, ya, sudah kita konsisten saja sesuai keputusan rapat. Jadi, mengubahnya harus melalui keputusan rapat atau kebijakan ketua umum," ucap Jakfar.
Berbasis abjad
Berbeda dengan PSI dan NasDem, sejumlah parpol penghuni parlemen saat ini mendaftarkan para bacaleg di setiap dapil berbasis urutan sesuai abjad. Penyusunan daftar bacaleg secara alfabetis itu setidaknya dilakukan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ketiga parpol itu beralasan menunggu kinerja bacaleg di dapil sebelum memberikan nomor urut resmi kepada bacaleg. Sesuai PKPU 10/2023 tentang Pencalegan, parpol memang diperkenankan mengutak-atik nomor urut atau bahkan mengganti caleg hingga masa pencermatan daftar caleg tetap (DCT).
Berbasis tahapan pemilu yang dirilis KPU, pendaftaran caleg dibuka selama 14 hari, yakni dari 1 Mei hingga 14 Mei. Adapun masa pencermatan daftar calon sementara (DCS) berlangsung pada 6-11 Agustus. Setelah itu, KPU bakal menggelar pencermatan DCT pada 24 September hingga 3 Oktober.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi beralasan nomor urut caleg baru akan disusun setelah berkas DCS PAN dianggap memenuhi syarat oleh KPU. Penentuan nomor urut nantinya akan ditetapkan dalam rapat pleno di tingkat DPW dan DPD.
Nomor urut caleg, kata Viva, bakal diformulasi berdasarkan sejumlah aspek, semisal tingkat pendidikan, level kepengurusan, jumlah saksi, dan jumlah basis dukungan yang berhasil dimobilisasi setiap bacaleg PAN di dapil mereka masing-masing.
"Semua variabel diukur secara kuantitatif atau dengan angka dari 1 sampai 10 per variabel. Jadi, semua penomoran caleg PAN itu transparan, terukur, dan akuntabel," ucap Viva kepada Alinea.id di Jakarta, Selasa (23/5).
Berbeda dengan Golkar dan PPP, PAN membuat kebijakan khusus untuk bacaleg yang masih menjabat sebagai anggota legislatif. Setiap petahana anggota legislatif diberikan nomor urut pertama di dapilnya masing-masing. Bacaleg baru ditempatkan sesuai abjad.
Meski masih bisa berubah, Viva menegaskan tidak ada praktik lego nomor urut di PAN. "Sejak PAN lahir sampai sekarang, tidak ada jual beli nomor urut. Seluruh keputusan dalam penomoran ditetapkan dalam rapat pleno partai di atas meja diskusi. Tidak di kolong-kolong lubang tikus," ucap Viva.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera berpendapat penentuan nomor caleg berbasis abjad bukan hal aneh dalam kompetisi legislatif. Kebijakan itu, kata dia, bisa jadi merupakan strategi partai untuk melihat loyalitas caleg terhadap partai terlebih dahulu.
"Jadi, calegnya biar bekerja dahulu sebelum penetapan nomor urut. Biasanya ini diikuti partai yang belum punya sistem kaderisasi yang baik. Merekrut dari luar dan instan. Tapi, bisa juga mengantisipasi sistem tertutup," ucap Mardani kepada Alinea.id, Selasa (23/5).
Dalam penetapan nomor urut bacaleg, PKS seturut NasDem dan PSI. Menurut Mardani, mekanisme seperti diadopsi partainya lantaran sudah memiliki rekam jejak dan mengukur loyalitas dari kader-kader PKS yang diusung menjadi caleg.
"Kami sudah memulai proses sejak lama dan biar tidak terus timbul gonjang ganjing. Ada beberapa caleg yang mundur. Kurang dari 1% yang tidak setuju dengan nomor urutnya. Enggak apa-apa dan malah bagus. Terbuka dan kita terima dengan lapangan dada," ucap Mardani.
Meskipun sudah mendaftarkan caleg beserta nomor urutnya ke KPU, Mardani mengatakan, perubahan nomor urut caleg masih bisa terjadi sebelum penetapan DCT.
"Namun, itu terjadi kalau ada kejadian besar yang memang memaksa, seperti banyak kader yang mundur dari pencalegan dan sebagainya," ucap anggota Komisi II DPR RI itu.
Potensial bermasalah
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mempersoalkan skema penentuan nomor urut caleg berbasis abjad yang diadopsi sejumlah parpol. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan parpol-parpol itu membuka praktik "lelang" nomor urut cantik kepala caleg yang berkantong tebal.
"Pada Pasal 243 Undang-Undang (Nomor 7 tahun 2017 tentang) Pemilu disebutkan bahwa bakal calon itu disusun dalam daftar bakal calon oleh partai politik itu berdasarkan nomor urut. Jadi, memang harus ada nomor urutnya, bukan berdasarkan alfabet," kata Khoirunnisa kepada Alinea.id, Senin (22/5).
Berbasis UU Pemilu, menurut dia, skema nomor urut berbasis abjad juga merugikan caleg perempuan. Dalam beleid itu, calon perempuan harus ada di antara tiga calon yang di antara tiga calon yang ditetapkan parpol. Artinya, caleg perempuan setidaknya mengantongi satu nomor urut teratas dalam DCS atau DCT.
"Semisal berdasarkan alfabet. Yang abjad atas laki-laki semua. Artinya, perempuan enggak ditempatkan salah satu di antara tiga. Padahal, nomor urut tadi juga untuk melindungi perempuan agar tidak ditempatkan nomor-nomor yang bawah," ucap Khoirunnisa.
Berkaca dari setiap gelaran pemilu, Khoirunnisa menilai wajar jika nomor urut cantik selalu menjadi rebutan. Pada Pemilu 2019, misalnya, setidaknya 60% caleg yang lolos ke Senayan merupakan caleg dengan nomor urut teratas.
"Hal itu terjadi lantaran pemilih tidak diberikan informasi yang utuh soal calon-calonnya. Pemilih membayangkan yang ada di nomor urut satu itu adalah mereka yang dianggap terbaik. Padahal, bisa jadi yang memiliki kapasitas itu ada di nomor 10 atau nomor 11," ucap Khoirunnisa.
Tak hanya memicu praktik transaksional, menurut dia, penetapan nomor urut secara alfabetis juga bisa memicu sengketa pemilu. Walhasil, pemilu kian rumit dan memakan waktu. "Gugatan bisa datang dari caleg yang tidak terima nomor urutnya diganti setelah perubahan dari urutan abjad," ucap Khoirunnisa.
PKPU Pencalegan yang memberi peluang penggantian nomor urut dan dapil, lanjut Khoirunnisa, juga berisiko merepotkan persiapan logistik KPU. Pasalnya, data caleg yang dikirim parpol bisa terus berubah hingga mendekati penetapan DCT. "Jadi, nanti bisa memberi beban juga ke KPU," kata dia.
Lebih jauh, Khoirunnisa mendesak agar KPU merevisi regulasi-regulasi yang mengatur soal pencalegan. Selain soal nomor urut, ia juga mempersoalkan dihapusnya syarat pelaporan LHKPN bagi caleg dan diperbolehkannya napi koruptor untuk mencalonkan diri tanpa masa jeda selama lima tahun.
"Jadi, ada beberapa catatan di PKPU Pencalegan. Ini, menurut saya, di ruang gelap pemilu kita. Ketika proses dengan masyarakat, yang seperti (aturan) tidak perlu jeda kepada koruptor itu, enggak muncul (dalam pembahasan). Maka, ketika ditetapkan, tiba-tiba ketentuan itu ada. Jadi, perlu direvisi," ucap Khoirunnisa.