Sejumlah kiai sepuh pengasuh pondok-pondok pesantren (ponpes) dijadwalkan menghadiri syukuran hari lahir ke-25 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan 1 abad Nahdlatul Ulama (NU). Acara akan dihelat di Stadion Manahan Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), pada Minggu (23/7).
Ketua Panitia Hari Lahir ke-25 PKB, Yusuf Chudori, menyampaikan, kehadiran para kiai sepuh menjadi penanda jika PKB tidak bisa dilepaskan dari para alim-ulama yang membidani kelahiran partai.
"Kehadiran para kiai khos ini juga menjadi penegas PKB sebagai partai yang menjadi pintu perjuangan para alim ulama dalam mewarnai berbagai kebijakan bangsa," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (22/7).
Gus Yusuf, sapaan Yusuf Chudori, memaparkan beberapa sejumlah kiai sepuh yang akan hadir. Di antaranya, Rais Syuriah Pengurus Wilayah (PW) NU Jawa Timur (Jatim), KH Anwar Mansur (Pesantren Lirboyo, Kediri); Wakil Rais Aam Pengurus Besar (PB) NU, KH Anwar Iskandar (Al Amien, Kediri); KH Nurul Huda Djazuli (Ploso, Kediri); dan KH Agoes Ali Masyhuri (Tulangan, Sidoarjo).
Hadir pula para ibu nyai, seperti Nyai Badriyah Djazuli, Nyai Lilik Cholidah Badrus, dan Nyai Djuwariyah Fawaid As'ad. "Kehadiran beliau-beliau ini tentu sangat berarti dan kami mengucapkan terima kasih karena di tengah kesibukan beliau-beliau mendidik santri masih menyempatkan diri untuk khidmah bersama PKB," kata Yusuf.
Selain para kiai sepuh, kata Gus Yusuf, syukuran hari lahir ke-25 PKB dan 1 Abad NU juga dihadiri para ajengan maupun perwakilan pesantren di Pulau Jawa. Kehadiran para kiai sepuh, para pengasuh pesantren, para kiai muda, hingga para santri menunjukkan jika PKB takkan pernah lepas dari pesantren sebagai akarnya.
"PKB ini memang lahir dari pesantren dan menjadi alat perjuangan pesantren untuk Indonesia," jelas dia.
Pengasuh Pesantren API Tegalrejo Magelang, Jateng, ini menegaskan, ke-NU-an dan keindonesiaan merupakan dua tema besar dari garis perjuangan PKB. Menurutnya, PKB tidak bisa dilepaskan dari NU. NU pun diklaim tidak bisa meninggalkan PKB karena ikatan sejarah, nilai, hingga aktor perjuangan yang hampir sama.
"PKB dan NU ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Kehadiran dua entitas besar ini merupakan aset bagi Indonesia untuk menciptakan kerukunan, perdamaian, dan kesejahteraan bagi anak bangsa," ujar Gus Yusuf.