Jatuhnya korban jiwa, sedikitnya 500-an petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019, mendorong tujuh pimpinan partai politik yang tidak lolos parlemen mengusulkan agar pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) mendatang digelar terpisah alias takserentak.
"Jangan-jangan imbas dari wafatnya, meninggalnya para penyelenggara pemilu kita di lapangan yang jumlahnya sangat mengejutkan kita bersama itu, jangan-jangan dimulai dari sistem semacam itu," ujar Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (29/1).
Usulan tersebut, kata dia, disampaikan dalam pertemuan yang digelar hari ini bersama Mendagri Tito Karnavian, pada Rabu (29/1).
"Karena begitu di serempakan kemarin yang terjadi adalah sengkarut yang alang kepalang luar biasa," kata Priyo usai pertemuan kepada awak media di Kemendagri, Jakarta Pusat.
Mendagri Tito Karnavian, jelas Priyo, menyambut baik. Akan tetapi, bersama tujuh sekjen parpol lainnya, dia berharap ke depan ada langkah politik yang kongret untuk mengoreksi beberapa pelaksanaan dari sistem politik yang sudah berlangsung.
"Tadi memang ada pikiran-pikiran dari Pak Mendagri (Tito) menyambut beberapa gagasan dari kami para sekjen, ialah apakah patut masih dipertahankan sistem pemilu serentak pada hari dan jam yang sama antara pilpres dan pileg," ungkapnya.
Selain Priyo, hadir pula Sekjen DPP Partai Hati Nurani Rakyat Gede Pasek Suardika, Sekjen DPP Partai Persatuan Indonesia Ahmad Rofiq, dan Wasekjen DPP Partai Solidaritas Indonesia Satia Chandra Wiguna.
Kemudian Sekjen DPP Partai Bulan Bintang Afriansyah Noer, Sekjen DPP Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Verry Surya Hendrawan, dan Sekjen DPP Partai Gerakan Perubahan Indonesia Abdullah Mansyuri.