Senjakala dinasti Ratu Atut di Tanah Jawara
Calon-calon kepala daerah dari dinasti Ratu Atut Chosiyah berguguran di Banten. Di pentas Pilgub Banten, Airin Rachmi Diany yang berpasangan dengan Ade Sumardi (Airin-Ade) ditekuk pasangan Andra Soni dan Dimyati Natakusumah (Andra-Dimyati). Padahal, Airin sempat digadang-gadang bakal menang di provinsi yang dikenal dengan sebutan Tanah Jawara itu.
Disokong mayoritas parpol yang tergabung dalam Koalisi Banten Maju (KBM), duet Andra-Dimyati memperoleh 3.102.501 suara atau 55,88% suara dari 8 kabupaten dan kota di Banten. Adapun pasangan Airin-Ade yang hanya didukung PDI-Perjuangan dan Golkar meraup 2.449.183 atau 44,12% suara.
Airin ialah adik ipar Ratu Atut, eks gubernur Banten. Ratu Atut ialah putra Tubagus Chasan Sochib, politikus Golkar yang juga orang kepercayaan Soeharto. Pada era Orde Baru, Chasan Shochib jadi salah satu politikus paling berpengaruh asal Banten. Pengaruh itu dipertahankan Ratu Atut pada era Reformasi.
Di pentas pilbup dan pilwalkot, setidaknya ada dua calon kepala daerah dari dinasti Ratu Atut yang menelan kekalahan. Di Pilbub Serang, anak Ratu Atut, Andika Hazrumy yang berpasangan dengan Nanang Supriatna (Andika-Nanang) kalah telak.
Berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politika Indonesia, Andika-Nanang hanya meraih 254.494 suara atau 29,83%. Lawan politik mereka, Ratu Rachmatuzakiyah-Najib Hamas mendominasi dengan raupan 598.654 suara atau 70,17%.
Di Pilwalkot Serang, adik tiri Ratu Atut, Ratu Ria Maryana juga kalah secara memalukan. Berpasangan dengan Subadri Ushuludin, Ria hanya meraup 78.607 suara atau 22,31% dari total suara sah. Di lain kubu, pasangan Budi Rustandi-Nur Agis Aulia mendominasi dengan raupan 212.262 suara atau 60,25%.
Satu-satunya kerabat Ratu Atut yang berhasil memenangi pilkada di Banten adalah Pilar Saga Ichsan. Pilar ialah keponakan Ratu Atut yang saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Di Pilwalkot Tangsel, Pilar kembali maju bersama Benyamin Davnie sebagai calon wakil wali kota.
Hasil hitungan resmi KPU Tangsel menunjukkan pasangan Benyamin-Pilar meraup 62,46% suara. Pesaing mereka, pasangan Ruhamaben-Shinta Wahyuni Chairuddin hanya memperoleh 37,54%. Benyamin-Pilar disokong belasan partai, termasuk PDI-P, Golkar, dan Gerindra. Ruhamaben-Shinta hanya didukung PKS.
Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ahmad Chumaedy menilai bergugurannya kandidat yang mewakili dinasti Ratu Atut di pilkada-pilkada Banten bakal membawa perubahan signifikan. Salah satunya ialah terjadinya fragmentasi kekuasaan.
"Selanjutnya kemenangan ini memunculkan figur-figur serta aktor politik baru seperti Andra Soni sebagai lokomotif kekuatan baru tersebut," kata pria yang akrab disapa Memed itu kepada Alinea.id, Rabu (11/12).
Gagalnya calon-calon dari dinasti Ratu Atut juga mengindikasikan pergeseran preferensi pemilih. Menurut Memed, konstelasi politik nasional turut mempengaruhi pergeseran tersebut. Kemenangan Andra-Dimyati, misalnya, tak lepas dari sokongan Koalisi Indonesia Maju (KIM) terhadap pasangan tersebut. KIM dianggap merepresentasikan pemerintahan Prabowo Subianto.
"Ketika Andra Soni terpilih, maka kepemimpinan kharismatik terdelegitimasi oleh kepemimpinan kolektif yang akan menawarkan dinamika politik modern. Dengan runtuhnya rezim dinasti Atut, pola kepemimpinan pasti akan mengalami perubahan yang signifikan," kata Memed.
Memed menilai, KIM melalui Andra Soni bisa saja menancapkan pengaruhnya lebih kuat dibanding dinasti Ratu Atut jika tawaran politik Andra Soni kepada warga Banten selama lima tahun ke depan memuaskan aspirasi warga Banten.
"Dengan berakhirnya dinasti Atut, maka runtuh semua elemen kekuatan di bawahnya. Tinggal Andra menawarkan pilihan politik tanpa beban masa lalunya sehingga mengendalikan lembaga pemerintahan berjalan sesuai harapan publik Banten," kata Memed.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan menilai tumbangnya dinasti Ratu Atut di sejumlah tempat Pilkada Banten sangat mungkin dilatari kekecewaan masyarakat Banten terhadap 'kelakuan' dan kinerja klan Ratu Atut yang selama ini menguasai di Banten.
"Sama dengan kasus tumbangnya PKS di Depok. Bisa jadi karena kepemimpinan PKS selama ini belum memberikan yang baru terhadap masyarakat Depok. Dominasi dinasti Atut belum memberikan hal signifikan bagi kemajuan Banten sehingga masyarakat punya mimpi berharap ada perubahan melalui perubahan kepemimpinan," kata Bakir kepada Alinea.id, Rabu (11/12).
Dengan kekalahan Airin dan kawan-kawan, penguasaan Banten terpecah pada dinasti Jayabaya dan dinasti Natakusumah. Namun demikian, Bakir menilai dinasti Ratu Atut masih peluang untuk bangkit dan kembali mendominasi Banten. Apalagi jika kinerja para penguasa Banten nantinya tak lebih baik ketimbang saat Banten dikuasai dinasti Ratu Atut.
"Satu dinasti jatuh dinasti lainnya yang naik. Jadi, realitas politik masyarakat kita yang belum sepenuhnya berpijak pada politik yang rasional atau politik yang mengedepankan pada kompetensi masih terbuka tumbuhnya dinasti politik. Dalam kondisi seperti in,i maka keberadaan dinasti politik akan terus punya peran di dalamnya," ucap Bakir.