Seruan 2019 Ganti Presiden menggema dalam aksi Bela Tauhid, saat massa aksi berada di depan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Salah satu orator, Irwan Saputra, mempertanyakan apakah benar bendera yang dibakar oleh anggota Banser di Garut, merupakan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menurutnya, pertanyaan tersebut dapat dibuktikan dengan mudah. Dalam AD/ART HTI yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), terdapat penjelasan mengenai bendera HTI.
"Gampang dilihat di situ, (karena) terdapat AD/ART-nya disitu. Hal itu bisa langsung ditanyakan, apakah ada atau tidak bendera disitu," kata Irwan di hadapan massa aksi Bela Tauhid, Jumat (26/10).
Menurutnya, bendera dengan tulisan 'Laa Ilaah Illallahu', tidak ada dalam AD/ART HTI. Irwan menyatakan, bendera tersebut merupakan panji Rasulullah, Ar-Rayah.
"Sampai saat ini, tidak ada satu pun bendera Al-Liwa dan Ar-Rayah yang dipatenkan menjadi bendera ormas," katanya.
Orasi Irwan kemudian berubah menjadi politis. Awalnya, ia mempertanyakan ketegasan Presiden Jokowi dalam mengadili pelaku pembakaran itu.
"Presiden tegas atau tidak saudara- saudara," tanya Irwan kepada peserta aksi.
"Tidak," peserta aksi menjawab serentak.
Irwan pun menyebut pemerintahan Jokowi merupakan rezim anti Islam. Dia juga menyebut Jokowi sebagai presiden yang zalim .
"Presiden yang zalim ini haram atau halal dipilih, saudara-saudara?" tanyanya kembali.
"Haram," peserta kembali menimpali.
Irwan melanjutkan orasinya dengan mempertanyakan, apakah para peserta aksi akan memberi kesempatan pada Jokowi untuk kembali menjadi presiden. Massa aksi kembali meneriakkan kata tidak.
Tidak cukup sampai di situ, Irwan kembali menanyakan apakah Jokowi haram atau halal untuk dipilih. Ia juga meneriakkan takbir menyusul ucapannya tersebut.
Irwan masih mengulang pertanyaan yang sama.
"Jokowi ini halal atau haram dipilih? Halal atau haram?" tanyanya.
"Kalau haram 2019 ganti?," sambung Irwan.
"Presiden," jawab peserta kompak.