close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pasangan Erna Lisa Halaby dan Wartono (Lisa) menghadiri pengundian nomor urut Pilkada Banjarbaru di KPU Banjarbaru, Kalimantan Selatan, September 2024. /Foto Instagram @hj.lisahalaby
icon caption
Pasangan Erna Lisa Halaby dan Wartono (Lisa) menghadiri pengundian nomor urut Pilkada Banjarbaru di KPU Banjarbaru, Kalimantan Selatan, September 2024. /Foto Instagram @hj.lisahalaby
Politik
Kamis, 05 Desember 2024 14:04

Siapa yang salah dalam kontroversi hasil Pilwalkot Banjarbaru?

Hasil Pilwalkot Banjarbaru resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi.
swipe

Hasil hasil pemilihan calon wali kota dan wakil wali kota (Pilwalkot) Banjarbaru, Kalimantan Selatan, resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Setidaknya ada dua permohonan gugatan yang tercatat di kepaniteraan MK. Satu permohonan diajukan lembaga pemantau pemilu, lainnya oleh warga yang punya hak pilih di Pilwalkot Banjarbaru. 

Kedua permohonan itu didaftarkan oleh tim hukum Banjarbaru Haram Manyarah (Hanyar). Koordinator tim hukum Banjarbaru Hanyar, Muhamad Pazri mengatakan penyelenggaraan Pilwalkot Banjarbaru inkonstitusional karena tidak mengacu pada putusan MK. Meskipun hanya diikuti satu paslon, KPU setempat tidak menyediakan kotak kosong dalam surat suara. 

"Aturan (tentang pilkada kotak kosong) itu jelas. Putusan MK-nya jelas. Tetapi, itu tidak dijadikan dasar oleh penyelenggara sebagai patokan dan batu uji untuk menyelenggarakan pemilihan di Kota Banjarbaru,” kata Pazri kepada wartawan usai mendaftarkan permohonan gugatan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (4/12). 

Pilwalkot Banjarbaru memicu kontroversi setelah KPU suara tidak sah mendominasi hasil pencoblosan. Menurut hitungan Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Banjarbaru, perolehan suara tidak sah di Pilkada Banjarbaru mencapai 78.807 suara atau 68,6%. Berstatus sebagai paslon tunggal, Erna Lisa Halaby dan Wartono (Lisa-Wartono) hanya meraup 36.113 suara atau 31,4%. 

Lisa-Wartono mendadak menjadi paslon tunggal setelah KPU Kota Banjarbaru membatalkan pencalonan pasangan Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah (Ariffin-Said) jelang pencoblosan. Meski begitu, foto Aditya-Said masih terpampang di kotak suara. KPU berdalih belum sempat mengganti foto Aditya-Said dengan gambar kotak kosong. 

Meskipun telah didiskualifikasi, sebagian besar warga Banjarbaru yang masih mencoblos gambar Aditya-Said di surat suara. Sesuai aturan, surat suara semacam itu dianggap sebagai suara tidak sah. Selain itu, ada pula warga yang marah pasangan jagoannya didiskualifikasi dengan merusak surat suara. 

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menilai kontroversi hasil Pilwalkot Banjarbaru muncul karena keteledoran KPU. Alih-alih menghadirkan surat suara baru dengan gambar kotak kosong, KPU memaksakan menggunakan surat suara lama yang masih berisi foto pasangan yang telah didiskualifikasi. 

Jika dalihnya keterbatasan waktu dalam mencetak surat suara, menurut Neni, KPU semestinya menunda penyelenggaraan pilkada di Banjarbaru. Dengan begitu, pencoblosan bisa dilakukan menggunakan surat suara bergambar kotak kosong sebagaimana putusan MK. 

"Sebab hal ini akan menjadi dilematis ketika harus melakukan pencetakan ulang H-30 pemungutan dan penghitungan suara. Belum lagi biaya logistik karena surat suara harus dicetak ulang. Semestinya KPU RI memberikan arahan khusus untuk Pilkada Banjarbaru diikutsertakan pada Pilkada 2025," kata Neni kepada Alinea.id, Rabu (4/12).

Bawaslu, menurut Neni, seharusnya memberikan opsi yang konstitusional kepada KPU. Bawaslu malah terkesan membiarkan pasangan Lisa-Wartono menang meskipun surat suara yang tidak sah jumlahnya lebih dari dua kali lipat raihan paslon tersebut. 

"Seharusnya hal ini sejak awal bisa diantisipasi dan KPU RI mengambil alih hal ini. Harapan saya, putusan MK nantinya bisa memberikan keadilan dengan melakukan pemungutan suara ulang untuk Pilkada 2025," kata Neni. 

Aturan mengenai pilkada dengan calon tunggal sudah tertera pada Pasal 54 C ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada). Pasal tersebut menegaskan kewajiban menyediakan kolom kosong jika ada calon yang didiskualifikasi sehingga pilkada hanya diikuti satu pasangan calon.

Analis politik dari Universitas Brawijaya (Unibraw) George Towar Ikbal Tawakkal menilai polemik Pilwalkot Banjarbaru merupakan situasi baru di pentas pilkada. Namun demikian, Ikbal menganggap wajar jika akhirnya KPU memutuskan pasangan Lisa-Wartono memeroleh 100% suara di Pilwalkot Banjar Baru. 

"Merujuk pada aturan yang saat ini ada, surat suara yang isinya mencoblos calon yang didiskualifikasi dianggap tidak sah. Artinya, Lisa-Wartono bisa dianggap sebagai pemenang. Apakah hasilnya dapat dikatakan demokratis? Beban ini ada pada teknis penyelenggaraan yang tidak dapat menjadi alasan untuk membatalkan hasil," kata Ikbal kepada Alinea.id

Menurut Ikbal, gambar pasangan yang didiskualifikasi tidak bisa dianggap merepresentasikan kotak kosong. Sebagaimana saat ini, KPU juga bisa dipersoalkan jika memutuskan Lisa-Wartono "kalah" lantaran jumlah surat suara yang tidak sah jauh lebih besar ketimbang raupan suara mereka. 

"Cacat logika yang lebih ringan jika coblos calon yang didiskualifikasi dianggap tidak sah. Alasannya, mencoblos orang yang bukan calon (sudah didiskualifikasi) berarti tidak sah. Bukan calon kok dicoblos. Kesalahan ada pada pemilih. Secara peraturan, aturan yang saat ini ada memang dianggap tidak sah," kata Ikbal. 

Sebagai solusi, Ikbal menyarankan agar KPU membuat aturan baru untuk memastikan situasi serupa tidak terjadi di pemilu selanjutnya. "Kedua, melakukan sosialisasi kepada pemilih agar tidak mencoblos calon yang didiskualifikasi," imbuh dia. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan