Siasat relawan "jualan" bakal calon presiden
Suara "setuju" menggema di ruangan Rapat Kerja Nasional V 2022 Relawan Pro Jokowi (Projo). Koor itu muncul setelah Presiden Joko Widodo meminta para relawan bersabar dan tidak mendesak terkait arahan Pilpres 2024. Projo menggelar helatan ini untuk menentukan arah di tahun politik itu.
"Kalau desak-desak saya, saya nanti keprucut (keceplosan). Sekali lagi ojo kesusu disik (jangan buru-buru). Nggih? Nggih? Setuju?," kata Jokowi di kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu, 21 Mei 2022.
Ia berjanji memutuskan calon yang diusung di Pilpres 2024 bersama semua relawan akar rumput. Tidak hanya melibatkan ketua relawan. Lewat gelaran tingkat nasional ini, Jokowi meyakini Projo masih solid dan tetap satu. "Yang kita miliki sebuah kapal besar, bukan kapal kecil," ujar dia.
Berulangkali Jokowi meminta para relawan bersabar. Karena pemerintah masih fokus menuntaskan pandemi Covid-19 dan memitigasi kenaikan harga-harga komoditas. "Jangan tergesa-gesa. Jangan tergesa-gesa. Meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini," kata Jokowi.
"Pak Ganjar, Pak Ganjar...," teriak peserta bersahutan.
Ganjar yang dimaksud tentu Ganjar Pranowo. Di luar Projo, Gubernur Jawa Tengah itu jauh-jauh hari sudah didukung salah satu kelompok relawan Jokowi: Jokowi Mania. Ketua Jokowi Mania Immanuel Ebenezer mendeklarasikan dukungan ke Ganjar pada September 2021.
Ganjar adalah satu dari tiga sosok langganan bakal "capres versi survei". Hasil survei sejumlah lembaga sepanjang April-Juni 2022, seperti oleh Charta Politika, Indikator Politik Indonesia, dan Saiful Mujani Research & Consulting, nama politikus PDI Perjuangan itu selalu berada di puncak bersama Anies Baswedan dan Probowo Subianto.
Inilah yang antara lain mempertebal keyakinan Julian Palar bulat mendukung Ganjar. Ketua Umum Kawan Ganjar Bersatu Nasional (KGBN) itu meyakini Ganjar figur paling tepat meneruskan pemerintahan Jokowi. Apalagi, kata dia, jajak pendapat oleh tim kecil juga mendukung hal itu.
Sebagian besar warga di Kota Semarang, Salatiga, Purbalingga, dan Pemalang, klaim Julian, puas dengan kinerja Ganjar. Bahkan, sejumlah warga merasa Ganjar pemimpin merakyat. "Mas Ganjar memang disukai rakyat, responsnya sangat positif di Jawa Tengah. Bagi saya, Mas Ganjar layak meneruskan 10 tahun kinerja Pak Jokowi," kata Julian.
Menyasar akar rumput
Dideklarasikan pada 7 Juni 2021 di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pengurus KGBN kini "menggurita" di 23 provinsi dan 168 kabupaten/kota. Embrio KGBN adalah bagian penyokong Jokowi di Pilpres 2019. Mereka lalu melebur dan bersatu secara nasional mendukung Ganjar maju capres 2024.
Kini waktu Julian terkuras untuk berkoordinasi dengan jajaran pengurus. Rapat daring dengan topik beragam jadi menu sehari-hari. Mulai soal program kegiatan bakti sosial hingga konsolidasi internal. Itu ditujukan untuk memperkenalkan figur andalan bakal capres mereka ke masyarakat.
Sasaran mereka, kata Julian, kelompok akar rumput. Terutama di luar Jawa Tengah. "Dari awal kita fokus di akar rumput. Perjuangan ini untuk mengangkat elektabilitas Mas Ganjar. Nah elektabilitas itu ada di grass roots," jelas Julian saat dihubungi Alinea.id, Kamis (2/6).
Diakui Julian, jalan Ganjar mengantongi tiket sebagai capres dari PDI Perjuangan masih terjal. Bahkan, akhir-akhir ini Ganjar seperti "dikeroyok" sejumlah politikus partai berlambang moncong banteng itu.
Oleh Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, Mei 2021 lalu, Ganjar dinilai wis kemajon (sudah kelewatan) dan sok pintar. Puan Maharani, anak Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyindir "pemimpin yang hanya hadir di media sosial".
Yang teranyar, serangan datang dari anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan yang menyebut Ganjar kemlinthi alias sok. "Kata orang Jawa, kemlinthi ya. Apa kinerja Ganjar selain bermedsos? Harusnya sabar dulu dia jalankan tugasnya sebagai Gubernur Jateng, berinteraksi dengan kawan-kawan struktur di DPD, DPC, DPRD," ujar Trimedya, Rabu (1/6).
Meski demikian, KGBN optimistis PDI Perjuangan akan merestui Ganjar turun ke gelanggang perebutan kursi RI-1. "Optimis ini bukan menerka-nerka, kami menghitung di lapangan dengan angka elektabilitas dan popularitas Mas Ganjar yang terus meningkat dan kita jaga," ujar Julian.
Berbagai upaya dilakukan KGBN untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas Ganjar. Antara lain pembagian perkakas kebersihan ke rumah ibadah dan makanan ke warga tiap akhir pekan. Selain bakti sosial, KGBN juga aktif menyosialisasikan sosok Ganjar ke warga di Tanah Air.
Salah satunya, relawan KGBN akan menggelar ekspedisi gowes dari titik nol Sabang hingga titik nol Merauke. Sejak berdiri, kata Julian, mereka tidak fokus menggarap sosial media atau media arus utama, tapi turun ke lapangan. Karena fokusnya mengenalkan Ganjar ke kelompok akar rumput.
Bagi dia, pendekatan lewat media sosial itu klise dan kurang efektif. Apalagi, ada potensi polarisasi. Juga meruyaknya berita bohong di jagat maya, seperti saat menjadi relawan pemenangan Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019. Ia mewanti-wanti pada pengurus agar tidak menyebarkan hoaks.
KGBN juga fokus konsolidasi internal. Selain untuk menyolidkan relawan, juga melebarkan sayap ke berbagai daerah. Diakui Julian, permintaan deklarasi antre dari berbagai daerah. Agar gaung KGBN tetap terjaga di media, ia menyiasati deklarasi paling banyak dua kali sebulan. "Main (deklarasi) serentak gampang, tapi gaungnya tak signifikan," kata dia.
"Jualan" capaian calon
Berbeda dengan KGBN, relawan Anies Baswedan yang tergabung dalam Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES) tidak mengandalkan kegiatan sosial untuk mengenalkan figur jagoannya. Menurut Koordinator Presidium Dewan Pimpinan Pusat ANIES, La Ode Basir, ANIES merupakan kelompok mandiri.
"Karena ini mandiri, tak ada dana untuk menggerakkan. Keuangan basisnya patungan. Daerah dengan kemampuan lebih berbagai cara berupaya menyosialisasikan Pak Anies. Ada yang melakukan diskusi, seminar, bedah buku, kunjungan masyarakat, ada yang bagi-bagi sembako," terang La Ode.
Dideklarasikan pada 20 Oktober 2021 di Gedung Juang 45, Menteng, Jakarta Pusat, ANIES juga fokus konsolidasi internal. Selain menyolidkan relawan juga memperluas jejaring kepengurusan hingga ke daerah-daerah yang belum terjamah. La Ode yakin cara itu bisa memuluskan tujuan mereka.
"Tujuan kami bagaimana popularitas dan elektabilitas Pak Anies naik agar dapat turut dalam gelaran Pilpres 2024," kata La Ode kepada Alinea.id, Kamis (2/6).
La Ode menjelaskan, ada tiga bahan "jualan" relawan ANIES kepada warga untuk dipilih. Pertama, capaian Anies selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kedua, contoh konkrit memajukan peradaban di Ibu Kota, seperti membangun ruang publik modern. Ketiga, segudang penghargaan yang didapatkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu.
Relawan ANIES, klaim La Ode, akan tunduk pada kode etik, yakni politik santun dan beretika. Proses "jualan" sosok Anies tidak dilandasi rasa kebencian pada kandidat lain. Perbandingan dilakukan berbasis data objektif. "Kita tidak akan melakukan black campaign," klaim La Ode.
Selain menghindari polarisasi akibat gelaran Pilpres 2024, langkah ini selaras dengan ide dan gagasan Anies, yakni menjunjung persatuan Indonesia dan merawat kebhinekaan. "Kita para relawan berupaya tak terjebak upaya pembelahan sosial yang tumbuh di masyarakat," kata dia.
Bagian strategi perang
Relawan politik dalam Pilpres di Indonesia bukan hal baru. Fenomena ini marak sejak Pilpres 2014. Relawan bakal capres bermunculan bak jamur disiram hujan. Zuly Qodir dalam "Orde Kerakyatan Untuk Kemandirian" (Kompas, 16 Agustus 2014) menulis, dalam kontestasi Pilpres 2014 ada 1.248 organisasi relawan baik atas prakarsa sendiri atau pihak lain.
Kehadiran relawan bakal capres adalah bagian dari strategi perang psikologis para figur. Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai strategi memunculkan peran relawan ditujukan untuk menciptakan popularitas semu salah satu figur.
"Munculnya (relawan) itu bagian dari strategi perang psikologis di antara para capres agar setiap capres seolah-olah mendapat banyak dukungan dari relawan, yang seolah-olah juga banyak massa dan pendukungnya," kata Ujang saat dihubungi Alinea.id, Jumat (3/6).
Karena itu, bagi Ujang, sebagian besar relawan bakal capres tidak murni atas inisiatif masyarakat. Kehadiran relawan itu digerakan dan didesain untuk meningkatkan popularitas figur yang dijagokan dalam pilpres.
"Relawan itu digunakan untuk sosialisasi dan kampanye untuk membangun pencitraan. (Fungsinya) Sedikit-banyak bisa mengerek elektabilitas. Misalkan relawan membagi-bagikan sembako, itu kan akan berdampak elektoral bagi capres yang didukungnya," terang Ujang.
Penilaian berbeda disampaikan peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati. Menurut dia, munculnya relawan bakal capres merupakan bentuk resistensi terhadap pemilihan kandidat yang dilakukan secara elitis melalui parpol.
"Munculnya relawan ini adalah upaya untuk nominasi kandidat tidak selalu elitis, tetapi bisa juga dilakukan secara akar rumput. Mendukung figur yang dianggap potensial adalah upaya menghadirkan kandidat yang tak selalu datang dari parpol," kata Wasisto kepada Alinea.id, Sabtu (4/6).
Kehadiran relawan bakal capres, kata Wasisto, adalah wujud upaya publik untuk bisa mengekspresikan aspirasi figur pemimpin. Ini potensial membuka terjadinya kontrak politik antara relawan dengan parpol. Wujudnya, parpol mengusung bakal capres yang dijagokan kelompok relawan.
"Di situ kita melihat ada semacam barter kepentingan. Relawan menyediakan suara bagi parpol dengan syarat parpol itu memberikan tiket pada calon yang relawan dukung. Elektabilitas parpol akan mengikuti popularitas dari calon yang didukung relawan," kata Wasisto.
Meskipun Pilpres masih dua tahun lagi, bagi Wasisto wajar-wajar saja kelompok relawan bermunculan. Menurutnya, relawan dapat mengambil peran sebagai tim sukses bakal capres untuk memetakan dan memikat hati pemilih. Ini juga sebagai bagian melakukan segmentasi pemilih.
Kerja relawan, jelas Wasisto, lebih efektif dari pada kader parpol dalam menjangkau massa. Ini selaras dengan kesimpulan Bambang Arianto dalam "Menakar Peran Relawan Politik Pasca Kontestasi Presidensial 2014" yang dimuat di Jurnal Sosial Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Vol. 18, No. 2, November 2014). Relawan bisa menembus massa akar rumput dengan mudah. Relawan lebih leluasa merebut hati pemilih dari pintu ke pintu.
Di alam demokrasi, tambah Arianto, kehadiran para relawan berhasil meningkatkan partisipasi warga serta melahirkan tradisi kesukarelawanan dalam politik. "Mentransformasi nilai-nilai politis yang bernuansa patrimonial, oligarkis jadi voluntarisme dan partisipatoris," tulisnya.
"Ini yang menyebabkan relawan itu semakin dibutuhkan. Karena militansi mereka melebihi kader parpol dalam mendukung kandidat," kata Wasisto.