Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, dirinya kerap disebut sebagai "Pak Lurah" oleh segelintir pihak, termasuk dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Mulanya, ia tidak tahu siapa yang dimaksud dengan "Pak Lurah".
"Setiap ditanya soal siapa capres (calon presiden)-cawapresnya (calon wakil presiden), jawabannya, 'Belum ada arahan [dari] Pak Lurah'," ujarnya dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (15/8).
"Siapa 'Pak Lurah' ini? Sedikit-sedikit, kok, 'Pak Lurah'. Belakangan saya tahu, yang dimaksud 'Pak Lurah' itu ternyata saya," sambung politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Jokowi menegaskan, dirinya bukan "Pak Lurah", melainkan presiden. Ia pun menyampaikan, dirinya bukan pimpinan partai politik (parpol).
"Perlu saya tegaskan, saya ini bukan ketua umum parpol, bukan ketua umum partai politik, bukan juga koalisi partai, dan sesuai ketentuan undang-undang, yang menentukan capres dan cawapres itu parpol dan koalisi parpol," tuturnya.
Karenanya, Jokowi menerangkan, dirinya tidak punya kewenangan untuk menentukan pasangan kandidat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. "Itu bukan wewenang saya, bukan wewenang 'Pak Lurah'."
"Walaupun saya paham sudah jadi nasib seorang presiden untuk dijadikan paten-patenan dalam bahasa Jawa, dijadikan alibi, dijadikan tameng," imbuh eks Gubernur DKI Jakarta ini.
Di sisi lain, Jokowi tidak keberatan jika dirinya disandingkan dengan kandidat Pilpres 2024 dalam alat peraga kampanye (APK). Baliho tersebut tersebar di berbagai daerah.
"Saya ke Provinsi Aceh, ada [foto saya dengan capres]; ke kota B, eh, ada; ke kabupaten C, ada juga. Sampai ke tikungan-tikungan desa, saya lihat ada juga. Tapi, bukan foto saya sendirian. Ada di sebelahnya bareng [bakal] capres. Ya, saya kira, menurut saya, juga ndak apa, boleh-boleh saja," urainya.