Narasi yang berusaha menyudutkan politikus PDI-Perjuangan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok menyeruak di media sosial Twitter (kini X), belum lama ini. Ahok disebut-sebut sebagai "kuda putih" Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ditugaskan untuk membuat kekacauan di koalisi parpol pengusung pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Salah satu tujuan Ahok diterjunkan ke pentas Pilpres 2024, menurut narasi itu, ialah untuk menggagalkan Ganjar-Mahfud berkoalisi dengan pasangan capres-cawapres 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) di putaran kedua pilpres. Koalisi itu dianggap tak mungkin terjadi karena Ahok punya sejarah kelam ketika berkompetisi dengan Anies di Pilgub DKI Jakarta pada 2017.
Analisis itu dianggap keliru oleh guru besar ilmu politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi. Ia berpandangan keputusan Ahok untuk terang-terangan mendukung Ganjar-Mahfud justru potensial menggerus pendukung Jokowi yang berlabuh di kubu Prabowo-Gibran. Menurut dia, simpatisan Ahok yang dikenal Ahokers bisa dipengaruhi untuk mendukung Ganjar-Mahfud.
"Semula mereka masih ragu ingin mendukung pasangan 02 atau pasangan 03 sebab Ahokers ini juga pendukung Pak Jokowi pada Pemilu 2019. Dengan Ahok ke pasangan 03, pendukung Pak Jokowi juga berkurang karena Ahokers ke pasangan 03," kata Muradi kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Beberapa jam sebelum debat terakhir Pilpres 2024, Ahok mengumpulkan para pendukungnya di Rumah Aspirasi Relawan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar-Mahfud), Jakarta, Minggu (4/2). Bersama sekitar 2.000 pendukung Ahok alias Ahokers yang hadir, Ahok mendeklarasikan dukungannya terhadap pasangan Ganjar-Mahfud.
Ahok sebenarnya sudah menyatakan dukungan terhadap Ganjar sejak Oktober lalu. Ahok tak mau aktif berkampanye lantaran masih memegang jabatan sebagai Komisaris Utama (Komut) Pertamina. Pekan lalu, Ahok memutuskan mundur dari jabatan di Pertamina supaya bisa aktif mempromosikan Ganjar-Mahfud.
Menurut Muradi, analisis yang menyebut Ahok bakal menjadi kuda putih Jokowi tidak berdasar. Ia berpendapat Jokowi justru ketar-ketir lantaran keputusan Ahok mendukung Ganjar-Mahfud. Kehadiran Ahok--selama ini disebut-sebut sebagai sobat Jokowi--justru bisa memupus wacana pilpres satu putaran.
"Adanya narasi ini memperlihatkan Jokowi dan pasangan nomor urut 02 (Prabowo-Gibran) belum terlalu yakin bakal bahwa mereka bisa menang di putaran pertama dengan berbagai survei dan berbagai kelompok pendukung dia," kata Muradi.
Jokowi, lanjut Muradi, sedang kelimpungan menghadapi sentimen negatif kalangan akademikus di berbagai kampus. Alih-alih surut, gelombang protes dari akademikus dan mahasiswa terhadap cawe-cawe Jokowi justru kian membesar. Jokowi harus memutar otak agar kubu 01 dan 03 tidak bersatu pada putaran kedua.
"Sebenarnya, kalau melihat kondisi hari ini, memang ada pemisahan antara yang dulu punya harapan lebih ke Jokowi, tapi kemudian dengan berbagai dinamika yang ada itu, menjadi menarik diri dari Pak Jokowi. Ditambah dengan adanya Ahok, saya kira buat pasangan 03 itu jadi positif," ucap Muradi.
Menyoal peluang kerja sama politik kubu Ganjar-Mahfud dan AMIN, Muradi mencermati keberadaan Ahok hanya menjadi persoalan bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dua parpol pengusung AMIN lainnya, relatif tidak punya masalah dengan Ahok.
"Bila pemilu berjalan dua putaran, dengan asumsi Ganjar-Mahfud, lolos ke putaran kedua, maka PKS kemungkinan tidak akan mendukung Ganjar- Mahfud karena berbeda ideologi dengan PDI-P. Menurut saya, PKS akan lebih ke Prabowo- Gibran," ucap Muradi.
Simalakama
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah sepakat Ahok bisa menambah dukungan terhadap Ganjar-Mahfud, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Namun, ia berpendapat suara Ahoker saat ini tak sesolid dulu. Pasalnya, sebagian Ahokers merupakan simpatisan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini mendukung Prabowo-Gibran.
"BTP sedikitnya masih punya basis suara yang bisa diarahkan ke Ganjar, mulai dari sebagian pemilih di Jakarta hingga di kampung halamannya. Hanya saja sumber sokongan BTP ini sebenarnya dari PSI, sementara PSI sendiri tidak sejalan dengan BTP saat ini," ujar Dedi kepada Alinea.id, Rabu (7/2).
Di lain sisi, menurut Dedi, kelompok penentang Ahok di Jakarta juga terbilang masih cukup banyak. Kehadiran Ahok bisa kontraproduktif dan malah menggerus suara Ganjar-Mahfud. "Ini menyulitkan BTP sekaligus mengkerdilkan pengaruhnya dalam mendulang suara untuk Ganjar," imbuhnya.
Dedi sepakat peluang kerja sama antara pasangan Ganjar-Mahfud dan AMIN masih tetap terbuka kendati ada Ahok di kubu Ganjar-Mahfud. Meskipun sulit, bukan tidak mungkin PKS ikut menyokong pasangan Ganjar-Mahfud jika pasangan AMIN gagal melenggang ke putaran kedua.
"Dalam politik tidak ada lawan yang abadi, kecuali kalau lawannya (Ketum PDI-P) Megawati Soekarnoputri. Selain Megawati, hubungan masih mungkin bisa mencair. Terlebih, BTP hanya akan fokus pada putaran pertama. Jika ada dua putaran, belum bisa dipastikan Ganjar yang mengikuti," ujar Dedi.