Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka hingga kini belum juga resmi diumumkan jadi kader Partai Golkar. Sebelumnya, Gibran diisukan bakal dihadiahi kartu tanda anggota (KTA) Golkar setelah menyandang status sebagai pendamping Prabowo di Pilpres 2024. Golkar ialah parpol pertama yang mengusung putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
Sempat beredar kabar, Gibran bakal direkrut lewat jalur Angkatan Muda Pengusaha Indonesia (AMPI), salah satu sayap organisasi Partai Golkar. Secara tersirat, Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristianto menyebut Gibran sudah tak lagi bersama PDI-P. Menurut Hasto, Gibran sudah berwarna kuning.
Gibran sempat merespons pernyataan Hasto itu. Ia membantah sudah keluar dari PDI-P dan bergabung menjadi kader Golkar. "Memangnya saya kuning?" kata Gibran kepada wartawan di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Senin, (30/10).
Ketua Bappilu Partai Golkar Maman Abdurrahman tak mempersoalkan status Gibran. Ia berdalih Gibran tengah fokus pada tugas-tugas pemenangan di Pilpres 2024. "Yang terpenting adalah apakah dia maju menjadi calon wakil presiden itu untuk bangsa dan negara atau tidak," kata Maman dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, belum lama ini.
Lewat rakernas yang dipimpin Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Oktober lalu, partai berlambang pohon beringin itu mendeklarasikan Gibran sebagai cawapres. Keputusan itu bertentangan dengan hasil Munas dan Rampinas Golkar sebelumnya mewajibkan kandidat capres atau cawapres berasal dari kader Golkar.
Wakil Ketua Bapppilu DPD Golkar Pamekasan, Sulaisi Abdurrazaq sempat memprotes keputusan partainya mencalonkan Gibran. Ia menyebut Airlangga dan DPP Golkar melanggar kesepakatan munas dan mengesampingkan usulan DPD.
Selain Sulaisi, penolakan terhadap Gibran juga sempat diutarakan pengurus Pusat Badan Advokasi Hukum dan HAM DPP Partai Golkar Arman Garuda Nusantara. Arman menilai Gibran belum punya cukup pengalaman untuk jadi cawapres.
Kepada Alinea.id, Wasekjen Partai Golkar Sebastian Salang membenarkan ada sejumlah kader di daerah dan DPP yang protes dan "kaget" dengan pencalonan Gibran. Pasalnya, pencalonan Gibran tak pernah dibahas dengan semua kader.
“Golkar sebagai partai besar, pemenang kedua di DPR, seperti tidak punya sikap, dan mungkin hal ini yang membuat akar rumputnya ada yang berbeda sikap dengan DPP partai,” ujar Sebastian saat dihubungi Jumat (3/10).
Meski begitu, Sebastian menyebut Golkar sudah sepakat bakal merekrut Gibran menjadi kader. Ada banyak faktor yang ditimbang. Salah satunya ialah pengaruh Jokowi yang bakal besar bagi pemenangan Prabowo-Gibran. "Ini pertimbangan yang sangat pragmatis yang dilakukan Golkar," imbuhnya.
Saling mengutungkan
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Zaki Mubarok menilai Golkar tengah membangun hubungan simbiosis mutualisme dengan Gibran. Jika berhasil menguningkan Gibran, Golkar tak akan kehilangan muka setelah tak berhasil memajukan kader sebagai capres atau cawapres.
"Gibran juga dapat manfaat politik, dia akan mendapat backing politik dari Golkar. Jadi hubungan simbiotik mutualisme, saling menguntungkan. Namun, saya tidak yakin dia (Gibran) punya coat tail effect. Ketokohannya belum teruji," ujar Zaki kepada Alinea.id, belum lama ini.
Terkait protes sejumlah kader Golkar, Zaki meyakini riak-riak kecil di tubuh Golkar itu tak akan membesar. Menurut dia, mayoritas petinggi Golkar, semisal Luhut Binsar Pandjaitan, Aburizal Bakrie, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung, setuju dengan pencalonan Gibran.
"Mereka realistis. Cari yang potensial menang dan dapat memberi akses besar pada kekuasaan. Ingat! Golkar identik dengan politisinya yang pragmatis. Mereka kurang peduli dengan isu nepotisme, dinasti politik dan lainnya. Yang diprioritaskan hanya menang dan ikut menikmati kue kekuasaan," kata Zaki.
Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto menyebut Gibran sebagai jalan keluar dari deadlock politik di tubuh Koalisi Indonesia Maju (KIM) terkait cawapres Prabowo. Gibran juga dinilai bisa membantu "menyegarkan" persepsi publik terhadap Prabowo di pentas pilpres.
"Nama Prabowo sendiri itu seperti menu lama dalam kontestasi elektoral. Kita tahu Prabowo bukan hanya pernah menjadi calon presiden, tapi juga pernah menjadi calon wakil presiden," ujar Arif kepada Alinea.id.
Alasan serupa, kata Arif, juga dipakai Golkar sebagai basis untuk merekrut Gibran. Dengan mengasosiasikan diri dan bahkan mengusung Gibran, Golkar tengah berupaya membuka ceruk baru konstituen dari kalangan generasi muda di Pemilu 2024.
"Selama ini pemilih tradisionalnya Golkar itu adalah kelompok pemilih yang usianya senior. Nah, ini memang menjadi tantangan serius bagi Golkar. Dulu (eks Ketum Golkar) Akbar Tandjung menyebut diri sebagai Golkar yang baru. Seberapa baru mereka? Seberapa baru juga strategi yang mereka bangun? Seberapa baru tawaran yang mereka kepada kelompok pemilih?" ujar dia.