Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya, ikut merespon polemik mekanisme pemilihan anggota legislatif (pileg) 2024 dengan sistem proposional tertutup. Menurutnya, model tersebut mengurangi hak langsung dari pemilih.
"Pendapat pribadi saya, pendapat pribadi ini ya, harap dicatat, bahwa sistem proporsional tertutup itu secara teoritis mengurangi hak langsung dari pemilih itu saja," kata Gus Yahya kepada wartawan, Rabu (4/1).
Gus Yahya mengaku hal tersebut merupakan pendapatnya pribadi. Sejauh ini, kata dia, sikap resmi PBNU belum ada.
"Secara teoritis mengurangi hak langsung dari pemilih karena nggak bisa milih orang per orang. Ini pendapat pribadi," ucapnya.
Kendati demikian, Yahya mengatakan, model mana nantinya yang diterapkan di Pileg 2024, itu tergantung kesepakatan.
"Tapi secara umum ya silakan disepakati di antara para pemain yang terlibat dan terapkan berdasarkan kesepakatan, itu saja," katanya.
Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai sistem pemilu dengan model proporsional terbuka sarat masalah. Muhammadiyah menawarkan dua opsi sistem pemilu alternatif.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menilai sistem proporsional terbuka seperti ‘kanibalisme politik', dan karena itu perlu dievaluasi.
"Sistem proporsional terbuka menimbulkan praktik politik uang, hingga persaingan tidak sehat antara para calon anggota legislatif. Akibatnya, tak jarang kualitas anggota legislatif yang terpilih tidak ideal dan buruk," kata Mu’ti kepada wartawan, Senin (2/1).
Menurut Mu'ti, masyarakat cenderung memilih figur yang populer dan bermodal, sehingga kekuatan uang terasa begitu dominan. Ia menilai, sistem proporsional terbuka menjadikan peran partai politik melemah karena tidak bisa menominasikan kadernya untuk menjadi anggota legislatif.
"Selain itu, polarisasi politik yang sangat serius. Persaingan menimbulkan politik identitas, yang kadang-kadang dilandasi sentimen-sentimen primordial, baik primordialisme keagamaan, kesukuan, atau kedaerahan," ujarnya.