Setelah tarik ulur selama berpekan-pekan, mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) akhirnya bersedia terjun ke gelanggang Pilgub DKI Jakarta. Pencalonan RK diawali dengan wacana pembentukan Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus. Khusus di ibu kota, KIM plus berencana menciptakan skenario calon tunggal.
Setidaknya ada tiga parpol yang bisa diboyong ke KIM plus untuk merealisasikan itu, yakni Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Ketiganya merupakan pengusung Anies Baswedan sebagai kandidat Gubernur DKI Jakarta. Jika ketiganya berhasil diboyong, Anies dipastikan tak punya tiket untuk maju di Pilgub DKI.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pun demikian. Ahok tidak akan bisa maju di Pilgub DKI jika hanya mengandalkan PDI-Perjuangan. Jumlah kursi DPRD DKI yang dikoleksi partai besutan Megawati Soekarnoputri di Pileg 2024 hanya 15. Butuh 23 kursi untuk mencalonkan kandidat di Pilgub DKI.
Direktur Eksekutif Citra Institute Yusak Farchan menilai skenario pilkada lawan kotak kosong bisa terwujud di Pilgub DKI Jakarta. Pasalnya, Nasdem, PKS, dan PKB sudah lama diisukan bakal diajak bergabung dalam koalisi parpol pendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).
"PKB, PKS, dan Nasdem punya kepentingan merangsek masuk ke pemerintahan Pak Prabowo-Gibran sehingga akan terjadi kompromi politik untuk saling sandera," ucap Yusak kepada Alinea.id, Senin (5/8).
PKS saat ini jadi penguasa Kebon Sirih setelah meraup 18 kursi DPRD DKI. Nasdem meraih 11 kursi, sedangkan PKB memperoleh 10 kursi. Di luar KIM, sisa kursi terbagi ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Perindo. Masing-masing hanya mengantongi 1 kursi.
Jika ketiga parpol pengusung Anies membelot, maka Anies dan Ahok tak mungkin punya tiket maju. Namun, bukan berarti RK bakal menang mudah. Kotak kosong yang merepresentasikan pendukung Anies dan Ahok bisa saja mempecundangi RK dengan sangat memalukan.
"Hanya ada dua kemungkinan, pasangan calon tunggal itu yang menang atau kotak kosong yang menang. Kalau kotak kosong yang menang, tentu ini adalah representasi dari hukuman rakyat kepada elite yang tidak menghadirkan kompetisi dalam pikada," ucap Yusak.
Hasil survei Litbang Kompas yang dilakoni pada periode 15-20 Juni 2024 menunjukkan Anies sebagai kandidat terkuat di Pilgub DKI dengan tingkat keterpilihan mencapai 29,8%. Ahok berada di peringkat kedua dengan elektabilitas 20,0%. RK hanya mengantongi 8,5%.
Yusak berharap KIM mengurungkan niatnya untuk menciptakan pasangan calon tunggal di Pilgub DKI. Apalagi, Anies, Ahok, dan RK punya kompetensi untuk memimpin DKI. "Sehingga pertarungan menjadi menarik dan publik punya pilihan," imbuh Yusak.
Analis politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayah menilai hanya PKS yang bisa diharapkan tak tergoda untuk bergabung dengan KIM. Nasdem dan PKB terkesan bakal mudah menjalankan barter politik dengan KIM untuk bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
Jika PKB dan NasDem hengkang, menurut Cecep, PKS bisa berkoalisi dengan PDI-P. Bukan tidak mungkin Anies berduet dengan Ahok sebagai pasangan cagub-cawagub. Duet itu bakal sulit dikalahkan meskipun KIM menyapu hampir semua parpol di DPRD DKI.
"Kalau mereka serius ingin melawan kekuasaan. Ya mereka harus menyingkirkan ego masing-masing. Itu kunci mencegah satu poros, biar jadi dua poros. Kalau tidak, mereka membiarkan satu poros dan lawan kotak kosong terjadi. Sayang sekali kalau lawan kotak kosong. RK bisa menang," ucap Cecep kepada Alinea.id.
Kepada Alinea.id, Koordinator Presidium Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANies) La Ode Basir menegaskan relawan dan pendukung Anies tidak akan membiarkan skenario pilkada lawan kotak kosong terwujud di Pilgub DKI.
"Tentu masyarakat Jakarta yang rugi demokrasi dirusak. Relawan tidak akan diam terhadap prores perusakan demokrasi," ucap La Ode.