close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan sekaligus calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto di Jakarta, Februari 2024. /Foto Instagram @prabowo
icon caption
Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan sekaligus calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto di Jakarta, Februari 2024. /Foto Instagram @prabowo
Politik
Jumat, 05 April 2024 06:18

Skenario pecah kongsi Prabowo-Jokowi

Jokowi terus bermanuver untuk mempertahankan pengaruhnya di lingkar kekuasaan.
swipe

Isu keretakan hubungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto terus menjadi bola liar. Sejumlah pakar meyakini Prabowo akan menjaga jarak setelah Jokowi tak lagi berkuasa pada Oktober 2024. Sebagai presiden terpilih, Prabowo disebut-sebut tak mau disetir Jokowi. 

Analis politik dari Universitas Jember Muhammad Iqbal berpendapat momentum pelantikan Prabowo-Gibran pada Oktober akan jadi titik awal menurunnya pengaruh Jokowi. Menurut Iqbal, Prabowo bakal menata ulang sistem politik di lingkaran kekuasaan supaya lepas dari bayang-bayang Jokowi. 

"Jika Prabowo nantinya resmi dilantik jadi Presiden RI ke-8, sangat mungkin pengaruh Jokowi memudar bahkan hilang sama sekali. Prabowo niscaya akan melakukan restyling of politics atau penataan ulang politik sesuai dengan karakter militer dan jiwa patriotiknya," ucap Iqbal kepada Alinea.id, Kamis (4/4).

Menurut Iqbal, Jokowi dan Prabowo memiliki karakter kepemimpinan yang berbeda. Jokowi, kata Iqbal, merupakan politikus yang berorientasi pada kalkulasi untung-rugi dalam berpolitik. Prabowo cenderung mengutamakan hierarki politik dan otoritatif dalam menjalankan kekuasaan. 

"Kecenderungan orientasi ambil untung ala Jokowi ini termanifestasi menjadi pola kepemimpinan yang membangun dinasti politik yang nepotis sampai putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka menjadi wapresnya Prabowo," jelas Iqbal. 

Indikasi pecah kongsi antara Prabowo-Jokowi, menurut Iqbal, kemungkinan bakal terlihat pada format kabinet Prabowo-Gibran. Ia memperkirakan Prabowo bakal mengutamakan orang-orangnya untuk memimpin sejumlah kementerian strategis, semisal Kemenko Perekonomian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Baik Jokowi maupun Prabowo, kata Iqbal, terus bermanuver untuk mempertahankan atau memperkuat pengaruhnya. Jokowi, misalnya, baru saja melantik Marsekal Madya (Marsdya) TNI Mohamad Tonny Harjono sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) yang baru. Tonny ialah mantan ajudan Jokowi. 

Di sisi lain, Prabowo juga mulai bermanuver sebagai presiden terpilih dengan mengunjungi pemimpin sejumlah negara, semisal Presiden China Xi Jinping di Beijing dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo. Iqbal melihat aktivitas "kenegaraan" Prabowo itu tak lazim. 

"Biasanya, itu (kunjungan ke luar negeri) terjadi setelah resmi dilantik sebagai presiden. Manuver itu bisa dimaknai sebagai karakter dan gaya Prabowo yang ingin memperkuat posisi tawar Indonesia sebagai negara demokrasi besar nonblok atau bisa juga semacam psy war di tengah sengitnya narasi gugatan pilpres di MK (Mahkamah Konstitusi)," jelas Iqbal. 

Hasil Pilpres 2024 yang memenangkan Prabowo-Gibran saat ini tengah digugat pasangan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar-Pranowo-Mahfud MD. Di antara lainnya, kedua kubu ingin MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dan menggelar pemilu ulang. 

Prabowo, kata Iqbal, juga sedang bermanuver membangun relasi harmonis dengan Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Padahal, hubungan Jokowi dan Megawati sedang berada di titik nadir. Di lain sisi, Jokowi juga disebut-sebut tengah gencar berusaha mengakuisisi Partai Golkar.  

"Relasi Prabowo ini bisa menjadi alutsista (alat utama sistem pertahanan) politik pamungkas untuk melucuti dan mengakhiri pengaruh Jokowi yang kini gencar sekaligus juga gamang hendak menguasai Partai Golkar," ucap Iqbal. 

Senada, guru besar ilmu politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi melihat hubungan Jokowi dan Prabowo akan merenggang setelah pemerintahan Prabowo-Gibran berjalan selama seratus hari. Ia memprediksi pecah kongsi Prabowo-Jokowi akan terlihat dari postur kabinet. 

"Prabowo tidak happy (senang) dengan menteri-menteri titipan Jokowi," kata Muradi kepada Alinea.id, Kamis (4/4).

Selain isu menteri titipan, menurut Muradi, perbedaan karakter berpolitik antara Jokowi yang populis dan Prabowo yang konservatif juga akan menjadi pemicu pecah kongsi. Sosok Prabowo yang tidak ingin diatur sudah terlihat sejak meniti karier di militer.

"Saya kira ini menyangkut soal kenyamanan. Kenyamanan itu Pak Prabowo itu dulu saat berkuasa dia agak punya power luar biasa. Dia juga enggak pengen diatur-atur, diintervensi, atau diarahkan dan sebagainya," ucap Muradi. 

Lebih jauh, Muradi menilai skenario pecah kongsi Prabowo-Jokowi juga akan ditentukan situasi politik di Golkar dan PDI-P. Pada satu sisi, pengaruh Jokowi akan serta-merta meredup jika Prabowo berhasil meyakinkan Megawati untuk membawa PDI-P ke gerbong pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Di lain sisi, Jokowi bisa mencegah situasi itu terjadi jika sukses mengakuisisi Golkar. Menurut Muradi, Megawati tidak akan rela merapat ke pusaran kekuasaan dan satu perahu dengan Jokowi yang telah "berseragam" Golkar. 

"Bu Mega setidaknya punya 110 anggota DPR yang akan mengharu-birukan parlemen. Kalau itu tidak dikelola dengan baik, itu akan menghambat proses politik yang dibuat oleh Prabowo. Tetapi, kalau katakanlah Jokowi jadi Ketua Umum Golkar, saya yakin PDI-P tidak akan mau di dalam," ucap Muradi. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan