close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Calon gubernur Banten Airin Rachmi Diany (kiri) menunjukkan pose
icon caption
Calon gubernur Banten Airin Rachmi Diany (kiri) menunjukkan pose "cinta" dalam salah satu momen kampanye di Pilgub Banten 2024. /Foto Instagram @airinrachmidiany
Politik
Selasa, 15 Oktober 2024 12:00

Skenario "perang" politik uang di Tanah Jawara

Pasangan Andra Soni-Dimyati dilaporkan tim hukum Airin-Ade karena diduga menjalankan praktik politik uang di Pilgub Banten 2024.
swipe

Kasus-kasus dugaan politik uang menyeruak menjelang Pilgub Banten 2024. Belum lama ini, sebuah video viral di media sosial menunjukkan aksi seorang pria membagi-bagikan duit pecahan Rp100 ribu di atas sebuah mobil di Desa Kadubungbang, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. 

Sang pria terlihat menumpangi mobil bertuliskan Dewi-Ling dan Andra-Dimyati. Nama-nama itu ialah kependekan dari Raden Dewi Setiani-Iing Andri Supriyadi dan Andra Soni-Dimyati Natakusumah. Dewi-Ling ialah pasangan calon bupati dan wakil bupati Pandeglang, sedangkan Andra-Dimyati ialah calon gubernur-wakil gubernur Banten. 

Tak hanya di Pandeglang, praktik politik uang juga diduga dilakukan Andra-Dimyati saat menghadiri kegiatan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di kawasan Anyer, Kabupaten Serang, Banten. Usai mengajak para kepala desa mencoblos mereka, Andra-Dimyati disebut-sebut memberikan duit sebesar Rp2 juta untuk para kepala desa yang hadir. 

Peristiwa itu sudah dilaporkan tim hukum pasangan Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi (Airin-Ade) ke Bawaslu Banten. Tim Airin-Ade juga melaporkan calon Bupati Serang Ratu Zakiya dan suaminya, Yandri Susanto. Keduanya merupakan anggota tim pemenangan Andra-Dimyati.

"Kami menyampaikan bukti-bukti berupa video yang juga sempat viral. Beberapa informasi sudah kami dengar sebelumnya dan baru ini ada video yang secara terang benderang," kata tim hukum Airin-Ade, Astiruddin, seperti dikutip dari Media Indonesia, Selasa (8/10).

Meski hanya disokong Golkar dan PDI-Perjuangan, pasangan Airin-Ade punya elektabilitas dominan di Pilgub Banten. Di lain sisi, Andra-Dimyati mengantongi dukungan 9 parpol, termasuk di antaranya Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Demokrat. 

Analisis politik dari Citra Institute Yusak Farhan menilai praktik politik uang dijalankan Andra-Dimyati dan tim suksesnya demi mengejar ketertinggalan elektabilitas dari pasangan Airin-Ade. 

"Politik uang itu sangat ampuh untuk potong kompas mengejar ketertinggalan elektabilitas meski itu sebenarnya dilarang Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," ucap Yusak kepada Alinea.id, Senin (14/10).

Merujuk pada sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakoni pada periode 27 Juli-4 Agustus 2024, tingkat keterpilihan Airin mencapai 77,3% dalam simulasi head to head. Andra Soni hanya mendapatkan 10%. Dalam simulasi berpasangan, Airin-Ade juga dominan dengan raupan 73,7% suara responden, sedangkan Andra-Dimyati hanya mendapat 14,1%.

Yusak mengatakan politik uang bisa terjadi melalui berbagai celah, termasuk menggunaka pihak-pihak di luar tim pemenangan. Pasangan calon bisa mengelak ketika ketahuan menebar uang untuk membeli suara. "Masyarakat Banten itu pada umumnya pragmatis, mereka akan menerima kalau dikasih uang," imbuh Yusak. 

Yusak mengatakan strategi serupa bukan tidak mungkin dijalankan oleh pasangan Airin-Ade di Tanah Jawara. Ia berharap Bawaslu Banten memperketat pengawasan demi mencegah mewabahnya politik uang jelang Pilgub Banten 2024.

"Oleh karena itu, Bawaslu harus terjun sampai ke level paling bawah untuk benar-benar mengawasi politik uang kedua pasangan calon, baik oleh timses atau pun pihak lain," kata Yusak. 

Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ahmad Chumaedy merinci setidaknya ada empat motif utama politik uang. Pertama, mengamankan suara. Kedua, memperkuat dukungan politik, Ketiga, mengantisipasi ketidakpastian hasil pemilu. Terakhir, memanfaatkan kerentanan ekonomi masyarakat. 

"Kandidat yang merasa elektabilitasnya rendah, terutama mendekati hari pemilihan, mungkin merasa terdesak untuk menggunakan politik uang sebagai strategi darurat untuk mempengaruhi pemilih karena kurangnya waktu untuk meningkatkan popularitas, ketidakmampuan bersaing secara program, dan adanya tekanan persaingan yang ketat," kata pria yang akrab disapa Memed ini kepada Alinea.id, Senin (14/10).

Kasus-kasus dugaan politik uang yang menyeruak belakangan, kata Memed, merupakan indikasi "perang" jual-beli suara bakal marak di Banten. Ia pun berharap Bawaslu Banten tegas memberikan sanksi kepada paslon yang terbukti menjalankan praktik lancung semacam itu.

"Bawaslu harus memonitor dan menindak praktik politik uang. Meskipun sudah ada upaya untuk mengatasi politik uang, pelanggaran ini sering kali sulit dibuktikan atau dijatuhi sanksi secara tegas, terutama jika ada keterlibatan aktor-aktor kuat yang memiliki akses ke sumber daya besar," kata Memed.

Tanpa pengawasan ketat dari penyelenggara pemilu, menurut Memed, politik uang bakal terus dijalankan oleh paslon dan timsesnya di Banten. Apalagi, karakter masyarakat Banten cenderung "memaklumi" praktik semacam itu. "Fenomena ini bisa terus berlanjut dan merusak legitimasi hasil pilkada," imbuhnya. 

 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan