close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, saat memberikan arahan pada kegiatan apel kebangsaa/Foto dokumentasi Ansor Jateng.
icon caption
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, saat memberikan arahan pada kegiatan apel kebangsaa/Foto dokumentasi Ansor Jateng.
Politik
Rabu, 02 Desember 2020 19:02

Polemik calling visa Israel, Gus Yaqut: Jangan asal komentar!

RI tidak mungkin membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
swipe

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, meminta sejumlah pihak mencermati latar belakang kebijakan penerbitan calling visa bagi Israel agar dapat menyikapi secara komprehensif.

Kepada pihak yang menolak kebijakan, pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu meminta agar tidak sekadar membuat gaduh di ruang publik.

"Apalagi kemudian mengaitkan pembukaan calling visa ini dengan rencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel atau ini pengkhianatan kepada Palestina. Ini terlalu jauh. Jangan asal komentar, asal tolak, jangan sekadar gaduh saja main tolak. Calling visa, kan, kebijakan terkait keimigrasian biasa di suatu negara," kata Gus Yaqut, dalam keterangannya, Rabu (2/12).

Dia meyakini pemerintah tidak mungkin membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Sebab, sambung Yaqut, kebijakan politik luar negeri Indonesia selama ini sudah jelas, yakni memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

"Sangat clear. Komitmen Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina tetap seutuhnya tidak berubah. Seperti harapan founding fathers, tidak ada satu keraguan pun untuk mendukung kemerdekaan oenuh Palestina," katanya.

Dia menjelaskan, pemberian calling visa kepada Israel telah diberikan sejak 2012. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor M.HH-01.GR.01.06 Tahun 2012.

Peraturan itu menyebut, negara calling visa adalah negara yang memiliki kondisi negara dengan tingkat kerawanan tertentu, baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, budaya, pertahanan hingga keamanan negaranya.

Selain Israel, negara lainnya adalah Afghanistan, Guinea, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria, dan Somalia. Layanan calling visa, kata dia, dapar diberikan untuk negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik.

"Sudah sangat jelas disebutkan Kemenkumham, calling visa itu untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan, seperti pasangan kawin campur, ada juga terkait bisnis, investasi, ataupun bekerja. Itu pun tidak gampang. Diperlukan pemeriksaan dan syarat sangat ketat sebelum mengeluarkan visa. Jadi tidak asal disetujui," pungkas Gus Yaqut.

Dikethui, kebijakan ini memang menuai polemik dan kritik dari berbagai pihak, di antaranya Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari. Dia menilai, pemerintah melakukan kekeliruan dengan menerbitkan calling visa untuk Israel meskipun prosesnya diperketat.

Menurutnya, negara mestinya memedomani Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945 dalam membuat regulasi.

"Pemerintah jelas keliru ketika calling visa untuk Israel diberikan. Dalam Pembukaan UUD 1945 paragraf pertama jelas dan tegas menyatakan, kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Maka sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Palestina masih diduduki Israel. Itu jelas penjajahan," ujarnya, Selasa (1/12).

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan