Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan batas akhir untuk Gerindra memutuskan satu dari sembilan nama yang disodorkan PKS, untuk menjadi pendamping Prabowo Subianto pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Tenggat waktu yang diberikan PKS, akan berakhir pada 30 Juli nanti. Hal itu sekaligus menjadi penentu nasib koalisi antara kedua partai.
Direktur Pencapresan DPP PKS, Suhud Aliyudin mengatakan, meski koalisi antara kedua partai sudah terjalin sejak lama, tidak menutup kemungkinan PKS hengkang dari kubu Gerindra. Itu dikarenakan PKS yang terus memperjuangkan sembilan kader terbaiknya, dan koalisi yang masih sangat cair.
“Jadi koalisi Gerindra dengan PKS ini bukan harga mati, bahwa kami harus dengan Gerindra, kami harus dengan Prabowo,” paparnya, Sabtu (28/7).
Ia menambahkan, partainya sudah menyiapkan opsi apabila koalisi dengan Gerindra tidak dapat diteruskan. Poros keumatan yang diusulkan Imam Besar Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab, adalah alternatif lain yang sudah dikomunikasikan dalam internal partai PKS.
Diakui Suhud beberapa nama seperti Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, serta Chairul Tanjung, adalah kandidat alternatif yang sudah dikantongi. Kendati demikian, majelis syuro PKS akan menjadikan rekomendasi ijtima ulama GNPF yang diputuskan nanti malam, sebagai penentu sikap bagi PKS ke depan.
“Nanti malam akan dikeluarkan usulan dari ijtima yang diyakini sesuai dengan kebutuhan partai,” ucapnya.
Meski masih belum memutuskan, PKS akan berkoalisi dengan berbagai partai yang hingga saat ini terus melakukan komunikasi. Suhud juga mengatakan, tak menutup kemungkinan adanya koalisi dengan partai yang saat ini bergabung dengan kubu Jokowi.
“Kalau nanti Pak Jokowi milih siapa calonnya, kemudian ada partai-partai yang tidak nyaman, ada kemungkinan lari, nah ini akan kita tangkap,” katanya.
Anies-Aher pasangan alternatif PKS
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi kandidat kuat yang diusung PKS untuk menjadi cawapres pendamping Prabowo. Bahkan jika koalisi antara PKS dengan Gerindra terpecah, Anies digadang-gadang akan menjadi capres partai yang dipimpin oleh Sohibul Iman.
Pengamat Komunikasi Politik UIN, Gun Gun Heryanto, memandang sosok Anies memiliki potensi sebagai figur pendamping Prabowo. Alasannya, political participle Anies di DKI dianggap cukup baik untuk pencalonan dirinya di Pilpres mendatang.
“Kemudian yang kedua, karena Anies bukan dari partai politik, sehingga tingkat penerimaan publik menurut saya akan jauh lebih mudah,” paparnya.
Suhud membeberkan partainya berencana menawarkan pasangan Anies dan mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryaman (Aher) dalam pembentukan koalisi baru, apabila keputusan hengkang dari kubu Prabowo terjadi. Keduanya dianggap dapat mewakili poros umat yang disarankan para ulama, dan juga dapat mempersatukan berbagai elemen lainnya dalam Pilpres.
Sayangnya, komunikasi yang dilakukan PKS dengan Anies dua minggu lalu menunjukan orang nomor satu di Jakarta itu masih enggan untuk maju. PKS pun tak menampik adanya pembicaraan tersebut dalam komunikasi antar partai yang dijalani, termasuk saat pertemuan antara Sohibul dengan SBY pekan depan.
“Akan disampaikan sebagai salah satu opsi, jadi kita memang ada sejumlah opsi yang kita punya, yang bisa kita komunikasikan ke pihak Demokrat hari Senin mendatang,” ucapnya.
Alasan pencalonan Aher pun diutarakan, karena dirasa memiliki kekuatan perolehan suara di Jawa Barat. Meski sudah diusung dalam pemilihan legislatif, tak mengurungkan niat PKS untuk menjadikannya sebagai pendamping Anies.