Gerai Pilkada Jakarta segera dibuka dalam waktu dekat. Beberapa nama sempat meramaikan dan kini muncul juga kontestan dari para kontingen partai.
Entah berapa poros yang nantinya terbentuk, tapi tidak bisa dipungkiri, ajang mini pilpres ini masih seksi untuk dinikmati. Meski, masih buram tampilan beberapa tokoh, namun dirasa perlu untuk memberikan kisi-kisi sebelum pendaftaran.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul menilai rekam jejak adalah modal bagi para calon gubernur untuk menjual dirinya ke warga Jakarta. Sejauh mana mereka menjadi penuntas masalah di kota metropolitan ini.
Sementara, jika hanya memiliki nama besar tanpa rekam jejak yang baik hanya akan menjual omong kosong. Warga membutuhkan sentuhan yang nyata.
“Makanya kan nama-nama seperti RK (Ridwan Kamil), Ahok, Anies, saya kira wajar disebut dan berpeluang besar menang. Karena mereka yang sudah melakukan itu,” kata Adib kepada Alinea.id, Kamis (25/4).
Belum lagi, kota urban seperti Jakarta memiliki para pemilih yang rasional. Mereka akan melihat integritas tokoh tersebut.
Adib mengingatkan para calon harus mempunyai visi misi yang konkret. Terlebih, pemilih muda pun masih menjadi mayoritas dan swing voters di kota modern seperti Jakarta.
Secara nyata tokoh baru seperti Ahmad Sahroni akan menjalaninya lebih sulit dibanding nama sebelumnya. Sementara bila menaruh posisi sebagai wakil gubernur masih dimungkinkan.
“Mereka (para calon) yang berselancar di dunia maya punya unggulan,” ucapnya.
Pakar Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin menyorotinya dari variabel elektabilitas. Yang muncul seperti, Ahmad Zakir dan Ridwan Kamil dari Golkar, Ahmad Sahroni dari NasDem, Ida Fauziah dari PKB, Tri Rismaharini dari PDI Perjuangan, serta nama-nama dari PKS.
Namun semua itu hanya sebatas nama yang diusung. Untuk menjadi terkuat harus dilihat dari tiga komponen yakni, elektabilitas, popularitas, dan isi tas.
“Nah hari ini kan kita belum tahu berapa elektabilitasnya, popularitasnya, dan isi tasnya. Kuat enggak semua itu?” Kata Ujang kepada Alinea.id, Kamis (25/4).
Ujang menilai semua calon yang disebutkannya masih terbilang sama rata. Baik peluang maupun elektabilitasnya.
Sementara untuk tokoh baru, tidak peduli siapa pun yang mau ikutan dalam kontestasi ini harus punya tiga formula di atas. “Ya tapi yang namanya tokoh baru sulit untuk bersaing. Karena kan politik tidak bisa tiba-tiba jadi begitu,” ucapnya.