Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar menunda hasil rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional Pemilu 2019.
Ketua Bawaslu Abhan, menyatakan rekomendasi penundaan tersebut berdasarkan hasil pengawasan serta analisis Bawaslu, terhadap data ganda dalam DPT yang hari ini diumumkan oleh KPU RI.
"Bawaslu memastikan rekomendasi itu diterbitkan demi menjaga hak pilih di seluruh wilayah di Indonesia," kata Abhan yang menyampaikan hasil rekomendasi tersebut dalam Rapat Pleno KPU tentang Rekapitulasi DPT Nasional Pemilu 2019 di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/9).
Dalam rapat pleno tersebut, Bawaslu juga menyampaikan data ganda DPT by name by address kepada KPU, agar segera ditindaklanjuti. Dalam data pemilihh ganda tersebut, tercantum nama dan alamat pemilih.
"Bawaslu telah melakukan pencermatan terhadap by name by address dengan NIK DPT yang hasilnya, dari 76 Kabupaten/Kota atau sekitar 15 persennya telah melaporkan terdapat pemilih ganda sebanyak 131.363 pemilih," katanya menerangkan.
Besarnya jumlah pemilih ganda tersebut, menurut penilaian Bawaslu, menunjukan ketidakakuratan data pemilih milik KPU. Juga mengindikasikan tidak berfungsinya Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH) secara optimal.
Banyaknya jumlah pemilih ganda ini, membuat biaya logistik menjadi tidak efisien dan terjadi penyalahgunaan hak pilih. Karenanya Bawaslu meminta KPU untuk melakukan pencermatan kembali secara faktual, terhadap data pemilih ganda tersebut. Bawaslu memberi tenggat waktu pelaksanaannya hingga 30 hari ke depan.
Selain itu, berkenaan dengan kemungkinan adanya penduduk yang melakukan perekaman KTP elektronik lebih dari satu kali, Bawaslu berharap KPU dapat mengantisipasi dan menyisir data kependudukan tersebut.
Sebab jika proses pemutakhiran data pemilih dan kesesuaian data dengan Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri dilakukan dengan optimal, Bawaslu yakin tidak akan ada data ganda akibat perekaman ganda KTP elektronik.
Lebih dari itu, lembaga pengawas pemilu tersebut juga akan melakukan pencermatan by name by address di tingkat Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Hasilnya akan disampaikan paling lambat 14 hari sejak rekomendasi disampaikan.
Perhatikan pemilih disabilitas
Bawaslu juga meminta KPU lebih cermat dalam menetapkan DPT pada pemilih disabilitas. Ini dinilai penting demi menjamin aksesibilitas dalam melayani pemilih disabilitas.
Karena jika berdasarkan data yang dihimpun pengawas Pemilu dan KPU Kabupaten/kota, data pemilih disabilitas mencapai 270.806 atau 0,1% dari jumlah DPT.
"Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan data angka rata-rata penduduk disabilitas nasional, yaitu 12% menurut data BPS Tahun 2017," kata Abhan.
Meski begitu, Bawaslu memahami mungkin saja ada perbedaan antara data angka rata-rata penduduk disabilitas nasional dengan data faktual pemilih disabilitas. Hanya saja, jika selisihnya bisa mencapai hingga lebih dari 10%, Bawaslu menilai jumlah tersebut terlalu besar.
"Sebab jumlah pemilih itu nyatanya lebih dari 50 persen jumlah penduduk," ucapnya.
Selain itu Bawaslu juga menemukan 2.618.034 orang penduduk belum melakukan perekaman KTP elektronik. Data tersebut berpotensi mengkategorikan mereka dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Oleh karena itu, Bawaslu meminta KPU segera berkoordinasi dengan Dirjen Dukcapil untuk menuntaskan perekaman KTP elektronik, agar hak pilih pemilih mereka tetap dapat terakomodasi.
Bawaslu juga menemukan data pemilih yang berpotensi masuk dalam kategori Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), yaitu yang terdapat di 460 lembaga pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (rutan), 2.641 rumah sakit, 1.720 panti sosial, dan 2.934 perguruan tinggi.
"Karenanya Bawaslu meminta KPU menyiapkan skema pelayanan dan pemenuhan hak pilih pada pemilih-pemilih tersebut. KPU direkomendasikan memastikan pemilih di tempat-tempat tersebut terdaftar di DPTb, serta mendapatkan informasi yang memadai tentang tata cara pindah memilih, dan memastikan logistik pemungutan suara," kata Abhan.