Baru-baru ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegakkan peraturan baru ihwal larangan memasang gambar tokoh nasional yang bukan pengurus parpol, dalam alat peraga kampanye. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2019.
Misalnya, gambar Presiden RI ke-1 Soekarno, Presiden RI ke-2 Soeharto, Presiden RI ke-3 Baharuddin Jusuf Habibie, Jenderal Besar Soedirman, pendiri Nahdhatul Ulama KH Hasyim Asy'ari, atau Presiden RI ke-4 Gusdur. Parpol juga melarang dipasangnya gambar Presiden Joko Widodo serta Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pasalnya, mereka adalah milik rakyat, bukan punya partai atau perseorangan.
"Itu tak diperkenankan ada dalam alat peraga kampanye. Bukan tidak suka. Bukan pengurus parpol sehingga tak boleh dalam alat peraga kampanye," kata Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (26/2), dilansir dari Antara.
KPU beralasan, semua orang memiliki hak yang sama dalam membawa atau menggunakan atribut berupa foto atau gambar tokoh-tokoh nasional. Oleh sebab itu, pegiat parpol dilarang memanfaatkan nama besar tokoh yang menerbitkan kesan kepemilikan sepihak.
Selain itu, menurut Wahyu, larangan itu digulirkan setelah muncul protes dari sejumlah kerabat tokoh yang kerap dipasang gambarnya di alat kampanye.
Lain halnya jika yang dipasang adalah pegiat parpol seperti Megawati atau SBY, KPU masih membolehkan. Sebab Megawati, kendati tak maju sebagai calon kepala daerah atau calon presiden, namun aktif sebagai ketua umum PDIP. Demikian halnya dengan SBY yang hingga kini masih berjibaku dengan Partai Demokrat.
Nantinya KPU akan mengoreksi semua desain dan materi kampanye agar sejalan dengan ketentuan ini. Namun jika tetap ditemukan pelanggaran, usai penegakan aturan, maka KPU akan menegur pasangan calon kepala daerah yang bersangkutan. Pelanggar juga akan dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu.
Aturan ini mengundang respon Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Politisi Golkar itu memprotes larangan ini yang dinilai berlebihan. "Kami tidak setuju soal kampanye yang tidak boleh menampilkan gambar Bung Karno, menampilkan gambar Gus Dur, gambar Pak Harto," katanya, dikutip dari Antara.
Menurutnya sah-sah saja jika politisi partai memasang gambar ayah atau ibunya di alat peraga kampanye. Tjahjo menyarankan, pengurus parpol yang tak terima untuk mengajukan judicial review pada Mahkamah Konstitusi.
"Lho ada apa kok tidak boleh? Saya sudah sampaikan kepada teman-teman partai silakan ajukan 'judicial review' ke MK, masa masang (gambar) Bung Karno kok tidak boleh," pungkasnya.