Disebut tampil songong dalam debat, apa pengaruhnya terhadap Gibran?
Tanda pagar (tagar) #GibranBocilSongong mengemuka di media sosial Twitter (X) pascadebat kedua calon wakil presiden (cawapres) 2024, Minggu (21/1). Isinya, cenderung mengkritisi penampilan cawapres nomor 2, Gibran Rakabuming Raka, dalam forum tersebut karena dinilai terlalu merendahkan lawan-lawannya, salah satunya dengan gimik dan pernyataan mencari jawaban cawapres nomor 3, Mahfud MD.
"Orang dungu itu sungguh berbahaya. Selevel Tom Lembong, seorang doktor, dituduh melakukan kebohongan publik. Padahal, Gibran sendiri yang enggak punya pengetahuan, enggak nyampe otaknya. Amit-amit Gibran bin Jokowi," kicau akun @MichelAdam7__.
Sementara itu, akun @P3n99u94t_ menuliskan, "Gibran songong, tidak beretika di debat cawapres ke-4!"
Derasnya kritik netizen tersebut selaras dengan temuan Drone Emprit pascadebat cawapres pada 21-22 Januari. Di situ disebutkan, ada sebanyak 512.000 kicauan yang menyebutkan (mention) nama Gibran. Sebanyak 66% di antaranya dengan sentimen negatif. Hanya 28% yang positif dan 6% lainnya netral.
"Ini menandakan adanya reaksi negatif yang signifikan dari pengguna Twitter terhadap Gibran Rakabuming dalam konteks waktu yang ditentukan," cuit pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, melalui akun pribadinya. Bahkan, daftar negatif yang menyertai Gibran jauh lebih banyak daripada para pesaingnya, Muhaimin Iskandar maupun Mahfud MD.
Berimbas pada elektabilitas
Terpisah, peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad, memandang, perilaku Gibran yang terkesan merendahkan lawan bicaranya dalam debat berpotensi menimbulkan kesan negatif terhadapnya. Namun, ia berhasil menunjukkan bahwa pasangan calon (paslon) nomor 2 adalah representasi dan pembela pemerintah.
"Dia seolah-oleh sebagai incumbent. Ini cukup menguntungkan buat 02 karena tingkat kepuasan publik pada pemerintah sedang sangat tinggi," katanya kepada Alinea.id, Selasa (23/1).
Karenanya, Saidiman berpendapat, penurunan elektabilitas Prabowo Subianto-Gibran pascadebat takkan signifikan. "Kalaupun turun, kemungkinan terbatas penurunannya."
Ia melanjutkan, suara yang sebelumnya mendukung Prabowo-Gibran berpotensi beralih kepada paslon lain imbas kesangsian publik atas kompetensi Gibran. Namun, peralihan dukungan dinilai bakal mengarah kepada Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Kenapa Ganjar? Karena dia juga adalah representasi pemerintah sekarang," jelasnya.
Hal senada diutarakan pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing. Ia berpendapat, kekeliruan Gibran dalam debat akan memengaruhi tingkat dukungan publik. Pangkalnya, kesalahan tersebut menunjukan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu tak menghargai para pesaingnya.
Dicontohkan dengan perangai Gibran yang menegur Cak Imin, sapaan Muhaimin. "Ini berpotensi menggerus posisi elektabilitas Prabowo-Gibran," tegasnya kepada Alinea.id.
Ia pun mengingatkan Gibran agar berhati-hati dalam berbicara dan memilih diksi yang akan digunakannya. Selain itu, mesti fokus pada substansi pesan yang disampaikan.
"Teguran Gibran tersebut berpotensi dimaknai publik sebagai tidak menghormati Gus Imin sebagai teman debat," ucapnya.
Cak Imin dan Mahfud kritis
Sementara itu, Direktur Algoritma Research and Consulting, Aditya Perdana, menilai, penampilan Cak Imin dan Mahfud MD cenderung kritis terhadap pemerintahan dalam sektor lingkungan, sumber daya alam (SDA), dan desa. Keduanya banyak mempersoalkan kondisi dan situasi yang tidak adil bagi petani hingga masyarakat adat akibat eksploitasi SDA.
"Di samping juga ada begitu banyak mafia yang turut serta dalam memperumit persoalan hukum lingkungan dan lainnya. Sehingga, pendekatan kebijakan yang mereka tawarkan dalam kerangka people oriented dan partisipatif agar dapat mengatasi berbagai masalah yang selama ini terus berulang, terutama yang bersinggungan dengan kebijakan," urainya kepada Alinea.id.
Adapun Gibran, lanjut Aditya, cenderung menekankan melanjutkan kebijakan petahana dan membuka ruang yang luas bagi upaya pengembangan bisnis dan perluasan usaha di sektor energi dan lingkungan hidup (green economy). "Pendekatan yang disampaikan oleh Gibran tentu memiliki perspektif yang jelas untuk para pengusaha dan memberikan optimisme untuk munculnya green jobs di masa depan."
"Perspektif ini yang lebih pro pengusaha, tentu bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh paslon 01 dan 03, yang menekankan pembangunan yang adil bagi semua pihak dan tidak ada yang tertinggal. Inilah poin penting secara substantif dalam perdebatan yang ada kemarin," sambung dosen politik Universitas Indonesia (UI) itu.
Bagi Aditya, selain tema, yang tak kalah penting dalam debat kemarin adalah masalah komunikasi dan sikap yang memicu pro kontra di tengah-tengah masyarakat. Disinggungnya dengan cara Gibran yang kembali mengajukan pertanyaan dengan istilah-istilah tertentu: inflasi hijau (greenflation) dan litium ferro-fosfat (LFP).
"[Itu] terlihat sebagai bumerang bagi paslon 2 karena reaksi yang ditampilkan oleh paslon 1 dan 3 juga kontra dan bahkan tidak berkenan untuk dilanjutkan perbincangannya. Semisal, pernyataan dari Prof. Mahfud bahwa pertanyaan mengenai green inflation tidak akademis ataupun pernyataan Gus Imin yang merasa tidak beretika membahas tebak-tebakan istilah. Padahal, forum debat ini harus dimaknai sebagai forum pertukaran ide dan gagasan kebijakan," urainya.
Karenanya, Aditya berpandangan, debat cawapres tersebut membuka mata publik bahwa kapasitas pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki capres-cawapres harus diiringi kepatutan dalam berkomunikasi yang baik dalam forum resmi. "Sehingga, saya melihat, bahwa menjadi penting diperhatikan oleh pemilih masih galau dari penampilan pada cawapres sebagai pertimbangan di hari pemilihan nanti."