close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. (foto: Antara)
icon caption
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. (foto: Antara)
Politik
Selasa, 21 November 2017 19:35

Tantangan Golkar sepeninggal Setya Novanto

Jika yang terpilih sebagai ketua umum adalah rekan dekat Setya Novanto, perubahan di Partai Golkar diprediksi akan sia-sia.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menetapkan Ketua Partai Golkar, Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Penetapan itu merupakan yang kedua setelah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sempat mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Setnov.

Sejak menjabat sebagai pimpinan partai berlambang beringin pada 17 Mei 2016, elektabilitas tertinggi Partai Golkar hanya sebesar 16,1% pada Agustus 2016. Sisanya, partai tersebut mengalami tren penurunan. Bahkan, hasil survei Indikator politik Indionesia pada September 2017 menunjukkan elektabilitas Golkar hanya sebesar 12%.

Sedangkan Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) juga menunjukkan kecenderungan serupa. Pada September 2017, elektabilitas Partai Golkar sebesar 11,4%. Angka tersebut cenderung stagnan sejak Oktober 2016 dengan 13,2%.

Menyikapi tren penurunan itu, Ketua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG), Ahmad Doli Kurnia mendesak partai berlambang beringin segera mengganti pemimpin. “Dengan sudah ditahannya SN (Setya Novanto), wajib hukumnya Golkar harus segera melakukan pergantian kepemimpinan, mencari Ketua Umum yang baru,” tegas Doli saat berbincang dengan Alinea, Selasa (21/11).

Bahkan, Doli yang sebelumnya sempat dipecat oleh Setnov, meminta agar pergantian pimpinan Partai Golkar dilakukan dalam sebulan ke depan. Dengan adanya ketua yang baru, Golkar dianggap punya cukup waktu untuk memulai konsolidasi menghadapi Pilkada serentak 2018 dan Pileg serta Pilpres 2019.

“Dua minggu lagi dari sekarang pun, bila semua stakeholder berkomitmen, serius, dan sungguh-sungguh, terutama DPP, saya kira juga sudah bisa dilaksanakan,” sambungnya.

Namun, ia mengingatkan, Munaslub sebagai cara pergantian ketua, harus menunjukkan adanya proses yang mencerminkan perubahan. Ia menilai, Golkar saat ini membutuhkan pemulihan citra dan ingin mendapatkan kembali dukungan dan kepercayaan dari masyarakat, terutama setelah dalam waktu belakangan ini terpuruk karena isu korupsi.

“Penunjukan siapa yang akan menjadi plt. Ketua Umum pun harus mempertimbangkan adanya kesan perubahan,” paparnya.

Bahkan, ia menolak jika jabatan pelaksana tugas (Plt) adalah orang yang dekat dengan Setnov atau yang ikut melindunginya selama ini. Ia mewanti-wanti, pimpinan Partai Golkar, harus figur yang kontras dengan performa kepempimpinan Setnov.

“Apa artinya ada pergantian bila tak ada perubahan, mubazir dan sia-sia,” tandasnya.

Menurut Titiek, rencana penunjukan pelaksana tugas (plt) harian Ketua Umum Partai Golkar akan memperpanjang proses pergantian.

Desakan untuk segera mengganti pimpinan, juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Pakar DPP Golkar Titiek Soeharto. Ia menyebut, penujukkan Plt, justru memperpanjang persoalan partai warisan mantan Presiden RI ke-2 itu.

"Harus secepatnya, karena diperlukan juga untuk mendaftar ke KPU dan sebagainya, ya harus definitif punya ketua umum," ujar Titiek seperti dikutip dari Antara.

img
Syamsul Anwar Kh
Reporter
img
Syamsul Anwar Kh
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan