Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang kembali menjadi sorotan. Awal November lalu, Melki mengaku keluarganya di Pontianak, Kalimantan Timur, mengalami intimidasi. Ia menduga intimidasi oleh orang tak dikenal itu terkait aktivitas politiknya di kampus.
Di kalangan mahasiswa, Melki memang jadi salah satu sosok yang rutin mengkritik rezim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Dalam podcast eks Ketua KPK Abraham Samad, Juni lalu, Melki sempat mengancam akan menggelar demonstrasi besar untuk memprotes rezim Jokowi.
Ia menyebut demokrasi mengalami regresi pada era Jokowi. Korupsi merajalela dan kebebasan berekpresi dibatasi. Banyak mahasiswa dan aktivis yang takut bersuara karena represi rezim.
"Presiden Jokowi ini kan sudah akan memasuki tahun ke-9. Tahun depan ini, artinya kan tahun ke-10 dan tahun terakhir. Mari kita lihat, apakah presiden Jokowi mau mengakhiri kekuasaannya dengan baik-baik atau berdarah-darah," kata Melki ketika itu.
Belum lama ini, Melki juga bersuara keras mengenai skandal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, untuk maju menjadi cawapres. Ia dan rekan-rekannya di BEM UI rutin mendapatkan intimidasi dari aparat saat hendak menggelar diskusi terkait itu.
Alinea.id sempat berbincang dengan Melki di sela-sela deklarasi gerakan Jaga Pemilu di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Selasa (21/11) lalu. Bersama beragam tokoh, ia jadi salah satu penanda tangan gerakan yang ditujukan untuk mengawal Pemilu 2024 itu.
Berikut petikan perbincangan Alinea.id dengan Melki.
Kamu sempat mengungkap keluarga di Pontianak mengalami intimasi. Apa yang terjadi? Kelanjutannya seperti apa?
Oke, 25 Oktober 2023 kemaren, saya ditelepon sama guru di sekolah. Katanya ada yang datang ke sekolah untuk menanyakan identitas personal saya, seperti nomor telepon, nomor telepon orang tua, posisi rumah, dan menanyakan beberapa latar belakanglah. 'Dulu Melki pas sekolah gimana dan ada enggak sih kegiatan-kegiatan yang dia suka lakuin? Bagi saya, ini sudah melangkah ke ranah personal yang terlalu jauh.'
Karena saya ada firasat yang cukup buruk, saya telepon Ibu. Ibu kemudian menyampaikan, 'Iya, benar.' Di hari yang sama, ada yang datang kerumah. Dan pertanyaannya straight forward. 'Ini benar dengan rumah Melki? Melki sekarang di mana, Bu?' Di Depok, ngekosnya apa gimana? Kegiatannya apa saja? Apakah dia ada jadwal balik rutin? Kalau Ibu sekarang kegiatannya apa? Ibu paling malam balik jam berapa?'
Bagi saya, kan ini upaya-upaya terlalu jauh masuk ke personal. Apa yang saya suara kan itu adalah daya kritis saya yang tidak berpengaruh bagi keluarga. Saya sampaikan ke teman-teman media waktu itu. Saya bilang ada sesuatu yang, bagi saya, adalah upaya penyebaran ketakutan.
Kamu sempat pulang ke rumah setelah mendengar kabar itu?
Jumat, 10 November kemarin, saya kemudian balik ke Pontianak untuk berkomunikasi langsung sama ibu dan guru-guru di sekolah. Saya dengar, memang betul ada yang dateng ke rumah. Bahkan, Divisi Propam Mabes Polri sudah menurunkan tim untuk kemudian menginvestigasi dan hasil investigasinya memang betul ada yang datang ke rumah. Ada yang datang ke sekolah untuk menanyakan beberapa hal, tetapi belum tahu instansinya dari mana.
Apa yang kamu rasakan setelah intimidasi-intimidasi itu? Sebelumnya, kamu sebagai Ketua BEM UI juga kan sudah seringkali mendapatkan telepon dari aparat.
Bagi saya, ini tidak sekali pun mengendorkan semangat. Karena ibu pun per hari ini menyarankan untuk gerak terus saja. Jadi, bagi saya ini adalah upaya-upaya penyebaran rasa takut yang seharusnya enggak ada. Dan, investigasi ini harusnya terjadi untuk semua kasus, ya. Semua kasus. Orang-orang yang merasa bahwa kebebasannya lagi dibungkam lewat alat-alat negara dan harus segera diinvestigasi lagi.
Kamu dan rekan-rekan di BEM UI punya perhatian khusus terkait Pilpres 2024? Sebelumnya, BEM UI sempat menantang tiga capres untuk beradu gagasan, tapi tak kesampaian.
Temen-temen BEM UI sudah punya kajian dan sudah siap publish. Namanya ‘What's Next After Jokowi?’. Jadi, memang kita ingin mempersiapkan... Tidak peduli siapa pun presidennya, kita ingin mempersiapkan topik-topik kita. Bagaimana cara kita membangun bangsa deh, aspek kesehatan, aspek pendidikan, dan lain sebagainya, gitu. Nah, per hari ini tanggapannya tidak begitu positif. Enggak tiga-tiganya mau dateng ke UI. Jadi, ya sudah akhirnya kita menggunakan metode-metode lain.
Bagaimana kamu melihat tiga pasangan calon yang bertanding di Pilpres 2024? Sudah menjatuhkan pilihan?
Bagi saya, memilih itu hak dan keyakinan. Karena dia hak, dia bebas dilakukan atau enggak, karena dia bukan kewajiban. Karena dia adalah keyakinan, kita harus memilih berdasarkan keyakinan. Per hari ini, tidak ada satu pun calon yang berhasil meyakinkan saya bahwa ketika mereka memegang Indonesia, keadaannya akan lebih baik. Tidak ada satu pun calon yang betul-betul bisa menunjukkan secara terang dan jelas. Karena memang belum kelihatan prosesnya bahwa mereka akan melakukan proses-proses (pemilu) ini dengan jujur, adil, dan juga menaati proses yang ada. Karena saya belum ada keyakinan itu, saya rasa saya masih belum mau menggunakan hak pilih.
Jadi, sampai detik ini pun kamu masih belum tahu mau nyoblos atau enggak?
Iya, masih belum tahu.