Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerima laporan awal dana kampanye dari para peserta pemilu legislatif dan pemilu presiden sebelum batas akhir pada Minggu (23/9) pukul 18.00 WIB.
Dari laporan dana kampanye awal yang diterima KPU, ada perbandingan yang mencolok dari dua peserta pilpres, yakni pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden nomor (cawapres) urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin dengan pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dalam laporannya ke KPU, dana kampanye awal pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin dilaporkan ke KPU sebesar Rp11 miliar, sedangkan pasangan Prabowo-Sandiaga sebesar Rp2 miliar.
Pelaporan dana kampanye awal tersebut, ternyata menimbulkan kecurigaan dari tim pemenangan salah satu calon terhadap calon lainnya.
Misalkan saja politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mempertanyakan laporan dana kampanye kubu Prabowo - Sandi hanya sekitar Rp2 miliar.
Sekjen PSI Raja Juli Antoni mengatakan angka Rp 2 milyar itu menurutnya terasa aneh. Sebab, harta kekayaan Paslon Prabowo-Sandi menurut LHKPN naik signifikan.
Wakil sekretaris tim kampanye nasional (TKN) Jokowi-Maruf itu menyebutkan kekayaan Prabowo 1,9 triliun, sedangkan Sandi Rp5 triliun.
"Tim Kampanye Prabowo-Sandi melaporkan dana kampanye Rp2 miliar. Wajar jika publik bertanya-tanya kenapa hanya Rp2 miliar. Apa sekedar dicocok-cocokan dengan No urut mereka No 2?" kata dia, Senin (24/9).
Sekjen Partai Nasdem Jhony G Plate menambahkan. tidak ada yang boleh memposisikan diri sebagai layaknya penyelenggara pemilu, sebab itu merupakan kewenangan KPU.
Sebaliknya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyebut seharusnya KPU mencurigai dana kampanye yang dilaporkan petahana.
"Petahana bisa menggunakan pengaruh dan kekuasaannya. Misalnya, menggunakan instrumen birokrasi, BUMN atau yang lain. Ini yang harus diwaspadai petahana. Apakah mereka melakukan abuse of power apa tidak ," jelasnya di DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin(24/9).
Fadli juga mengingatkan agar petahana tidak menggunakan fasilitas negara saat melakukan kampanye ke beberapa daerah. Menurutnya hal tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang.