Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengklarifikasi pernyataannya terkait usulan mekanisme pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD atau pilkada langsung. Tito menegaskan, ia tidak pernah menyatakan mendorong pilkada langsung.
"Ini saya sendiri pernah menyampaikan, tapi tidak pernah menyampaikan untuk tidak pernah kembali kepada DPRD. Ini saya klarifikasi," kata Tito di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
Tito menilai, usulan tersebut ramai dibicarakan di ruang publik karena media salah mengutip pernyataannya. "Teman-teman media juga jangan salah kutip karena (media) salah kutip terus," ujar eks Kapolri itu.
Tito kembali menegaskan pilkada langsung yang sudah berjalan selama 15 tahun perlu dievaluasi. Ia berkaca pada pengalamannya saat menjabat sebagai Kapolri dan Kapolda Papua.
Meskipun niatnya untuk meningkatkan partisipasi warga, menurut Tito, banyak dampak negatif yang muncul karena pilkada langsung, seperti intensitas konflik yang tinggi, biaya pilkada yang mahal, dan banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
"Saya sendiri sebagai mantan Kapolri, mantan Kapolda (Papua) itu melihat langsung. Misalnya di Papua. Tahun 2012, saya menjadi Kapolda di sana. Kabupaten Puncak itu empat tahun tertunda pilkadanya karena konflik perang suku. Empat tahun korban udah banyak," jelas Tito.
Tito mengatakan, usulan evaluasi pilkada langsung bakal berbasis kajian akademik. "Mungkin saja hasilnya pilkada langsung lebih baik dilakukan. Enggak apa-apa. Kita laksanakan. Kita hargai temuan itu karena manfaatnya lebih baik daripada mudaratnya. Problem-nya adalah bagaimana solusi, how to adjust the damage. Bagaimana mengurangi dampak negatifnya," tuturnya.
Terpisah, anggota Komisi II DPR dari fraksi PDI-Perjuangan Arif Wibowo sepakat untuk mengevaluasi sistem pilkada langsung. Menurutnya, evaluasi bukan berarti mengembalikan pemilihan kepala daerah ke tangan DPRD.
"Itu perlu, terutama money politic harus diurus. Kemudian soal kelembagaan yang menangani pidana pilkada, soal kenapa biaya tinggi itu yang harus dievaluasi menyeluruh," kata Arif.
Arif menegaskan, usulan Tito hanya sebuah wacana politik dan belum pernah menjadi topik pembicaraan di partai-partai koalisi. Sejauh itu, kata dia, PDI-P tetap setuju dengan sistem pilkada yang digunakan saat ini.
"PDI-P masih tetap pada Pilkada langsung. Enggak ada perubahan. Evaluasi menyangkut teknis lapangan pilkada sebelumya. Hasil evaluasi untuk perbaikan tata kelola Pilkada 2020," kata Arif.
Arif mengaku tak khawatir jika hasil evaluasi lebih 'mengunggulkan' pilkada langsung. Menurut dia, hal itu tidak berdampak pada pelaksanaan Pilkada 2020s. "Kita sudah masuk dalam tahapan. Kalau dilakukan perubahan UU itu akan repot. Menimbulkan spekulasi sana sini," kata dia.