close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Calon Gubernur DKI Jakarta, Ridwan Kamil, menggunakan perahu karet menyusuri kali Ciliwung, Condet, Jakarta Timur, Kamis (3/10/2024)./Foto tangkapan layar Instagram @rampainusantara_official
icon caption
Calon Gubernur DKI Jakarta, Ridwan Kamil, menggunakan perahu karet menyusuri kali Ciliwung, Condet, Jakarta Timur, Kamis (3/10/2024)./Foto tangkapan layar Instagram @rampainusantara_official
Politik
Rabu, 09 Oktober 2024 12:27

Transportasi air di Jakarta cuma gimik Ridwan Kamil?

Apakah gagasan transportasi air di sungai-sungai Jakarta bisa diwujudkan?
swipe

Dalam debat perdana Pilgub DKI Jakarta 2024 di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat pada Minggu (6/10) malam, calon gubernur Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil memaparkan programnya mengatasi kemacetan. Dia bakal memfasilitasi pergerakan mass rapid transit (MRT), light rail transit (LRT), TransJakarta, dan jalur sepeda. Ridwan juga bakal membuat terobosan.

“Kita mungkin akan coba membuat inovasi blue river way atau perahu melintasi 13 sungai di Jakarta,” ujar Ridwan.

Dikutip dari Antara, juru bicara pasangan Ridwan Kamil-Suswono, Bernardus Djonoputro mengatakan, beberapa sungai di Jakarta sangat mungkin bisa mewujudkan moda transportasi air atau waterway. Dia mencontohkan Banjir Kanal Timur (BKT).

“Ini potensial dibuat transportasi dan wisata air,” kata Bernardus.

Selain BKT, dia menyebut Banjir Kanal Barat (BKB) juga sangat memungkinkan dibuat waterway dengan rute Tanah Abang, Halimun, hingga Manggarai. Lalu, Ciliwung tengah, mulai dari selatan sampai Cijantung dan Condet.

Bernardus menyampaikan, moda transportasi air pernah ditetapkan dalam program Pola Transportasi Makro (PTM) Pemprov DKI Jakarta pada 2003. Mulai tahun 2007, Sutiyoso yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta pun mencanangkan angkutan sungai.

Pada masa Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta, transportasi air pernah diwujudkan di Marunda, Jakarta Utara. Wujudnya kapal motor dengan kapasitas hingga 30 penumpang. Transportasi air ini memiliki rute Marunda-Muara Baru dan Muara Baru-Marunda. Namun, waterway yang diresmikan pada 2013 itu, kini sudah tidak beroperasi lagi.

Menurut Wakil Ketua Umum Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, banyak pertimbangan jika ingin mewujudkan transportasi air di Jakarta. Salah satunya, sungai-sungai di Jakarta harus dibersihkan dan dikeruk lebih dalam. Sebab, debit sungai di Jakarta masih sangat minim. Bahkan, sungainya terkesan dangkal.

“Komposisi sungai seperti ini, tidak dapat dijadikan jalur transportasi,” kata Djoko kepada Alinea.id, Selasa (8/10).

Selain itu, kata Djoko, sungai di Jakarta dipenuhi sampah. Aroma tidak sedap juga kerap tercium bukan hanya dari sungai-sungainya, tetapi juga dari kakus warga yang tinggal di permukiman kumuh bantaran kali.

“Sungainya harus bersih, jangan bau. Kemudian, ada 1000 WC (di bantaran sungai) ditata dulu. Jangan kumuh, malu-maluin,” ujar Djoko.

Lalu, saat sungai sudah siap dimanfaatkan, Djoko menilai tidak bisa digunakan secara reguler untuk transportasi umum. Melainkan hanya sebagai transportasi wisata. Menurut Djoko, transportasi air untuk wisata masih memungkinkan karena kecepatannya tidak sebaik kendaraan darat, seperti TransJakarta, kereta rel listrik (KRL), atau MRT.

Djoko pun menegaskan, program ini tidak bakal menyelesaikan problem kemacetan. Masyarakat juga pasti tetap menggunakan transportasi darat untuk aktivitas sehari-hari seperti bekerja.

“Ini justru gimik aja. Namanya arsitek, juga berwacana,” tutur Djoko.

Kendati demikian, dari sisi anggaran, Djoko percaya APBD Jakarta dapat mewujudkan gagasan tersebut. Akan tetapi, dia ingin program yang digagas calon pemimpin Jakarta agar tetap memperhatikan urgensi dan dampak yang bermanfaat bagi warga.

Menurutnya, mengingat aktivitas warga Jakarta yang terbiasa semua serba cepat, maka hampir mustahil transportasi air bisa memenuhi harapan warga. “Belum lagi ketika hujan datang, yang bisa saja membuat transportasi air tidak berjalan dengan semestinya,” kata Djoko.

Sementara itu, Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaya menilai, program transportasi air adalah ide mahal yang pernah dicanangkan pada masa kepemimpinan Sutiyoso sebagai Gubernur DKT Jakarta. Sayangnya, ide tersebut gagal diwujudkan.

Penyebabnya, Elisa menuturkan, transportasi air di manapun sangat bergantung pada debit air. Jika musim kemarau, debit air sangat rendah dan menambah pekerjaan yang tidak perlu. Berdasarkan hal itu, dia menyimpulkan, Ridwan Kamil punya tendensi untuk tidak menyelesaikan problem di Jakarta secara langsung.

“Terlalu banyak ide yang berputar-putar,” kata Elisa, Selasa (8/10).

“Transportasi air itu bukan cuma soal taruh kapal dan bikin dok (galangan kapal) saja. Ini cuma memperlihatkan ketidakpahaman Ridwan Kamil terhadap konteks Jakarta, lingkungannya, dan lainnya.”

Elisa menegaskan, wacana tersebut akhirnya tidak menjawab masalah kemacetan di Jakarta. Upaya untuk menghadirkan program ini tidak sejalan juga dengan dampaknya.

Menurut dia, ketika musim kemarau dan debit sungai sangat turun, lalu sedimen tinggi, maka perahu tidak akan bisa beroperasi. Padahal, program ini diwacanakan sebagai solusi.

“Iya, ini sebatas gimik. Sekali lagi, dia enggak mau memecahkan masalah kemacetan, makanya cari yang aneh-aneh,” ujar Elisa.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan