Pilpres Amerika Serikat (AS) 2024 mulai memasuki masa debat. Kembali mempertemukan kandidat dari Partai Republik Donald Trump dan politikus Partai Demokrat Joe Biden, debat perdana digelar Kantor CNN di Atlanta, Georgia, pada Kamis (28/6) malam waktu setempat atau Jumat (29/6) WIB.
Dalam debat tersebut, Trump dinilai unggul. Jajak pendapat CNN menunjukkan sebanyak 67% penonton debat perdana Pilpres AS merasa Trump tampil lebih baik. Hanya sebanyak 33% yang bilang Biden menguasai panggung debat.
Pada debat yang disiarkan secara langsung itu, Biden terlihat "kelelahan" dalam debat. Di sejumlah segmen, pria berusia 82 tahun itu terbata-bata menjawab pertanyaan. Suaranya hampir tak terdengar dan jawaban-jawaban yang ia utarakan terkesan ngaco.
Meski begitu, belum ada hasil survei terbaru yang merekam elektabilitas kedua kandidat. Survei Reuters/Ipsos yang dilakoni pada periode 11-12 Juni menunjukkan Trump unggul tipis dari Biden. Tingkat keterpilihan Trump mencapai 41%, sedangkan Biden sebesar 39%.
Sebelumnya, Trump dan Biden pernah bersaing di Pilpres AS 2020. Pilpres yang diwarnai beragam kontroversi itu dimenangkan Biden dengan raihan total suara sebesar 81 juta suara. Meski berstatus sebagai petahana, Trump meraup sekitar 74 juta suara.
Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Robi Sugara melihat perbedaan paling nyata antara Trump dan Biden adalah program-program yang dijadikan fokus. Pada era Trump, misalnya, AS getol memperkuat kerja sama di bidang perdagangan.
Era Biden ditandai dengan berbagai kerja sama yang menitikberatkan penguatan hak asasi manusia (HAM). Program-program Biden merupakan kelanjutan dari kebijakan Barrack Obama, Presiden AS sebelumnya.
“Sebenarnya, masih tetap kuat kalau dilihat dari hubungan keduanya (dengan Indonesia), baik era Trump atau Biden,” kata Robi kepada Alinea.id, Senin (1/7).
Meski tidak langsung dirasakan Indonesia, menurut Robi, baik Trump maupun Biden sama-sama punya mudarat yang harus diwaspadai jika terpilih. Sebagaimana gaya pemerintahannya pada periode 2017-2021, Trump, misalnya, bisa meningkatkan ketegangan di kawasan Asia-Pasifik karena persaingan atau perang dagang AS-China.
"Sementara Biden meningkatkan ketegangan dalam aliansi militer di kawasan yang juga berimbas dari peningkatan power (kekuatan) China," jelas Robi.
Pakar hubungan internasional dari Universitas Budi Luhur (UBL) Yusran berpendapat Trump dan Biden sama-sama punya nilai strategis bagi Indonesia. Pola kerja sama Indonesia dan AS lazimnya sejalan dengan arah kebijakan parpol pengusung capres.
"Joe Biden dengan Partai Demokrat sangat berfokus pada isu demokrasi dan HAM, sementara Donald Trump dan Partai Republik kerap berfokus pda ekonomi dan perdagangan," kata Yusran kepada Alinea.id, Jumat (28/6).
AS ialah salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Sepanjang 2023, dari total nilai ekspor sebesar USD258,82 miliar, sebanyak 9,57% di antaranya merupakan market share AS. Tiongkok masih jadi pasar ekspor terbesar bagi Indonesia dengan kontribusi sebesar 25,66%.
“Maka dalam konteks kerja sama ekonomi, ya, kalau ditakdirkan, sangat menguntungkan bagi Indonesia karena orientasi dari policy ke depan bagaimana meningkatkan ekonomi yang mana Amerika juga butuh Indonesia,” jelas Yusran.