Psikolog forensik Riza Indragiri Amriel menyoroti sikap negara Singapura yang menolak terhadap kedatangan Ustadz Abdul Somad atau UAS. Dalam sebuah pernyataan sikap, Kementerian Luar Negeri Singapura menyebut, UAS ditolak lantaran menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multiras dan multiagama Singapura.
Menurut Reza, sikap negara Singapura tentu tidak bisa diganggu-gugat. Sebaliknya, kata dia, pemerintah Indonesia juga mengambil sikap tegas sebagaimana kerjadian yang menimpa dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO) Angkatan Laut, Usman bin Muhammad Ali dan Harun bin Said alias Tahir puluhan tahun silam.
Diketahui, pada 18 Oktober 1968, Usman dan Harun dieksekusi di tiang gantungan oleh Singapura. Keduanya dianggap bersalah dengan tuduhan meledakkan bom di pusat kota di Singapura. Aksi itu dilakukan keduanya saat terjadinya konfrontasi Indonesia dan Malaysia.
Saat itu, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno menentang penggabungan Federasi Tanah Melayu, Singapura, Brunei, Serawak, dan Sabah ke dalam satu Malaysia.
Kemudian, kala itu, permintaan terbuka Presiden Seoharto kepada Lee Kuan Yew untuk memberikan keringanan hukuman dari vonis hukuman mati kepada Usman dan Harun, ditolak. Keduanya kemudian dieksekusi gantung di Penjara Changi pada 17 Oktober 1968.
Presiden Soeharto memberikan penghargaan bagi Usman dan Harun sebagai pahlawan nasional dengan SK Presiden No.050/TK/Tahun 1968, pada hari eksekusi tersebut, 17 Oktober 1968. Setibanya di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam hingga Taman Makam Pahlawan Kalibata.
"Di kemudian hari, Indonesia menamai kapal perangnya KRI Usman-Harun. Itu terjadi di era Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Singapura protes. Tetapi Indonesia tak menggubris. Pemerintah, TNI, MPR tak mau dengar. Standar Indonesia, tak bisa diganggu gugat," ujar Reza kepada Alinea.id, Rabu (18/5).
Anehnya, sambung Reza, sekian banyak koruptor lari ke negeri jiran itu, Singapura tak cegat dan pulangkan mereka. Betapa pun Indonesia memburu mereka. "Standar dan kedaulatan Singapura memang tak bisa diganggu gugat," kata dia.
Oleh karena itu, berkaca dari sikap tegas pemerintah Indonesia pada kasus Usman-Harun, menurut Reza sepatutnya pula pemerintah bersikap tegas terhadap penolakan UAS. Apalagi, kata dia, UAS bukanlah seorang koruptor atau kriminal.
"Toh, ustaz Abdul Somad bukan koruptor. Dia bukan bandit. Bukan kriminal. Dia guru. Diajarkannya hal-ihwal agama ke seluruh ruang. Masjid, lapangan, markas tentara, markas polisi, sebutlah lain-lainnya lagi," ucap Mantan Ketua Delegasi Indonesia, Program Pertukaran Pemuda Indonesia Australia ini.