close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kampanye partai politik (parpol). Istimewa
icon caption
Ilustrasi kampanye partai politik (parpol). Istimewa
Politik
Sabtu, 17 Desember 2022 16:50

Untuk cegah konflik, KPU perlu mengubah aturan masa kampanye

Pendeknya masa kampanye dapat menyebabkan partai politik mencari cara alternatif untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat.
swipe

Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengusulkan, agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengubah aturan kampanye Pemilu 2024. Pangkalnya, pascaditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024, partai politik rawan mengalami gesekan dan bahkan dapat dikriminalisasi akibat dianggap melanggar aturan kampanye. Pemicunya adalah adanya pembatasan masa kampanye. 

"Jika tidak, konflik antarparpol dapat terjadi, Bawaslu bisa salah bertindak," ujar Said kepada Alinea.id, Sabtu (17/12).

Menurut Said, pendeknya masa kampanye dapat menyebabkan partai politik mencari cara alternatif untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan sebelumnya dimulainya masa kampanye. Masalahnya, kegiatan sosialisasi seringkali dipahami secara keliru oleh masyarakat dengan menyamakan maknanya dengan kegiatan kampanye. 

"Kesalahpahaman ini tak jarang bahkan muncul di lingkungan lembaga pengawas pemilu," ucap Said.

Untuk tujuan tertentu, lanjut Said, suatu partai politik baik secara langsung atau dengan meminjam tangan masyarakat dapat saja melaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai kegiatan sosialisasi partai politik lain dengan mengajukan alasan parpol tersebut telah melakukan kegiatan kampanye diluar jadwal.

Terhadap kondisi itu, partai politik yang dilaporkan sudah barang tentu akan mengalami kerugian karena merasa citra partainya telah dirusak oleh laporan tersebut. Situasi ini menurut Said dapat memicu perlawanan dari parpol yang dilaporkan. Aksi saling lapor bahkan saling serang antar-parpol dikhawatirkan dapat mengarah pada suasana Pemilu yang kurang kondusif. 

"Eskalasi kerawanan pemilu dikhawatirkan menjadi semakin meningkat ketika laporan yang bermotifkan politik tersebut secara serampangan diproses oleh Bawaslu dan menjadi isu di pemberitaan. Maka semakin ramailah itu isunya," ungkap Said.

"Nah, kondisi yang semacam itu berpotensi menggeser dan bahkan memperluas spektrum konflik yang semula hanya antar-parpol menjadi ketegangan antara partai politik versus Bawaslu," imbuhnya.     

Untuk diketahui, merujuk ketentuan Pasal 276 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Perppu Pemilu 1/2022) dan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 (PKPU 3/2022), masa Kampanye legislatif nantinya hanya akan berlangsung selama 52 hari saja.

Masa kampanye sekira 50 hari itu jelas tidak memadai bagi partai politik Peserta Pemilu terutama bagi parpol pendatang baru dan juga untuk masyarakat. Sebab, kalau dibandingkan dengan masa kampanye pada pemilu-pemilu sebelumnya, kentara sekali ketidakwajarannya. 

Masa kampanye pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di Pemilu 2009 berlangsung selama 299 hari atau hampir 10 bulan lamanya. Di Pemilu 2014 dilaksanakan 450 hari atau 15 bulan dan di Pemilu 2019 digelar selama 203 hari atau kurang lebih 7 bulan.

Said mengatakan, berdasarkan pengalaman, dirinya banyak menemukan kasus di mana Bawaslu seringkali gagal membedakan antara kegiatan kampanye dan kegiatan sosialisasi partai politik. Hal ini menurutnya tentu sangat berbahaya karena apabila kegiatan sosialisasi dimaknai sebagai kegiatan kampanye, maka kegiatan sosialisasi yang dilakukan sebelum dimulainya masa kampanye berpotensi digolongkan sebagai tindak pidana pemilu oleh Bawaslu.    

Oleh sebab itu, Said mengusulkan aturan masa kampanye perlu diubah, yakni pertama, dalam Peraturan KPU tentang kampanye yang kelak akan disusun, perlu dibuat pengaturan yang dapat mempertegas kriteria kegiatan kampanye agar tidak menimbulkan multi-tafsir yang menyebabkan Bawaslu dapat secara bebas memaknai definisi kampanye menurut pemahamannya sendiri. Dengan cara ini, akan dapat dibedakan secara jelas mana kegiatan parpol yang tergolong sosialisasi, dan mana yang sudah tergolong sebagai kegiatan kampanye.

Kedua, KPU perlu mengubah peraturan mengenai jadwal tahapan pemilu dengan menentukan masa kampanye dalam kurun waktu yang wajar. Tujuannya, partai politik peserta pemilu dengan bebas dan tanpa rasa takut dapat melaksanakan tugasnya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat melalui kegiatan kampanye, dan pada saat yang sama parpol dapat memenuhi hak rakyat untuk memperoleh informasi seluas-luasnya tentang peserta pemilu dalam kurun waktu yang memadai.

"Nah, masa kampanye Pemilu 2024 sebenarnya dapat diperpanjang waktunya tidak hanya 52 hari, melainkan bisa digelar sampai dengan 183 hari atau sekira enam bulan. Perhitungan itu diperoleh berdasarkan hasil simulasi yang dibuat oleh Partai Buruh dengan tetap merujuk pada ketentuan yang ditetapkan dalam Perppu 1/2022 dan PKPU 3/2022," tandas pakar hukum tata negara ini.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan