Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia tidak akan terjerat pasal perzinahan dan kohabitasi dalam Kitab Undang-undang hukum Pidana (KUHP) baru. Sebab, pasal ini merupakan delik aduan yang absolut.
"Di pasal kohabitasi yang diributkan mengenai wisatawan asing, wisatawan asing tidak akan bisa dijerat dengan pasal ini," kata Edward dalam telekonferensi pers di Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jakarta, pada Senin (12/12).
Edward mengungkapkan, pelanggaran atas pasal perzinahan dan kohabitasi hanya bisa diproses apabila ada aduan dari pihak yang berhak mengadukan. Pengaduan hanya dapat dibuat oleh suami atau istri yang terikat perkawinan, maupun dari orang tua serta anak-anak mereka.
"Jadi, tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak dan dirugikan secara langsung," ujar dia.
Selain itu, Edward menyebut, tidak akan ada syarat administrasi untuk menanyakan status perkawinan kepada turis. Oleh karenanya, Edward mempersilakan wisatawan asing untuk tidak takut berlibur ke Indonesia
"Saya ingin menegaskan, para turis asing silakan datang ke Indonesia, karena Anda tidak akan bisa dikenakan pasal ini. Ini adalah delik aduan absolut, yang bisa dilakukan oleh orang tua atau anak," tuturnya.
Sebelumnya pada kesempatan yang berbeda, Edward mengaku tidak begitu risau dengan anggapan pihak asing mengenai Undang-Undang KUHP yang juga mengatur tentang perzinahan. Menurutnya, hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa dibanding-bandingkan.
"Tidak bisa dibanding-bandingkan. Saya katakan kepada perwakilan di Amerika, 'kenapa Anda tidak memprotes hukum pidana Rusia yang dengan tegas melarang LGBT. Kenapa Anda tidak protes dengan hukum pidana Irlandia Utara yang dengan tegas tidak melarang LGBT. Kenapa Anda tidak mempertanyakan KUHP di negara Eropa Utara yang memperbolehkan aborsi'," kata dia dalam webinar online yang diadakan LP3ES, Minggu (11/12).
Dia menjelaskan, sebenarnya hukum pidana itu berlaku secara universal. Tetapi ada tiga hal yang tidak, yaitu, delik politik, delik kesusilaan, dan penghinaan. Sehingga, ketiga bicara pada tiga hal tersebut tidak bisa dibanding-bandingkan pelaksanaan antara satu negara dengan negara lain.
Menurut Edward, ada perbedaan pada pengaturan hukum pidana antara satu negara dengan negara lain. Perbedaaan itu karena tidak terlepas dari situasi sosial, kondisi politik dan lain sebagainya, pada setiap negara.
"Kami sudah jelaskan kepada utusan PBB di Jakarta. silakan Anda mengomentari pasal lain. Tetapi kalau Anda berbicara tentang delik politik, delik kesusilaan dan penghinaan, Anda tidak bisa membanding-bandingkan," tutur Edward.