close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid. Foto: Istimewa.
icon caption
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid. Foto: Istimewa.
Politik
Rabu, 25 Mei 2022 19:09

Weketum PKB tepis renggangnya hubungan dengan PBNU

Jazilul Fawaid mengaku tak mempersoalkan pernyataan Gus Yahya yang meminta agar NU tidak boleh menjadi alat politik menjelang Pemilu 2024.
swipe

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid menepis isu kerenggangan antara PKB dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang terjadi belakangan ini. Menurutnya, hubungan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf baik-baik saja.

"Orang yang membaca dari luar akan berkata itu. Kalau di dalam enggak. Pak Muhaimin dengan Gus Yahya itu kan teman baik, seangkatan, enggak ada demam. Justru saya senang karena orang melihatnya ada dinamika, jadi perbincangan, enggak ada soal," ujar Jazilul di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5).

Jazilul mengaku tak mempersoalkan pernyataan Gus Yahya yang meminta agar NU tidak boleh menjadi alat politik menjelang Pemilu 2024. Dia tak merasa pernyataan Gus Yahya tersebut ditujukan kepada PKB. Kata Jazilul, apa yang disampaikan Gus Yahya bukan barang baru, sebab setiap pemimpin sebelumnya menyampaikan hal serupa.

"Enggaklah, semua pemimpin PBNU ngomong begitu dari dulu, emang NU itu bukan parpol tapi melahirkan parpol namanya PKB. Jadi PKB pasti dukunglah, seperti dengan ketum (ketua umum) PBNU sebelumnya," katanya.

Jazilul juga mengaku tak khawatir jika isu kerenggangan PKB dan PBNU menjadi perbincangan di media sosial berdampak buruk terhadap PKB di Pemilu 2024. Dia menganggap, isu kerenggangan justru bisa menjadi ajang kampanye.

"Sosmed (media sosial) kan membaca dari luar, kan itu biasa. Justru kami merasa senang karena akhirnya PKB dan NU diperbincangkan orang," katanya.

Dia juga tak khawatir isu kerenggangan membuat suara NU lari ke banyak partai. "Juga dari dulu suara NU itu terpecah. Kalau suara NU terpecah itu dari dulu, ingat enggak tahun 2014 itu, saat itu ada tiga pasangan berasal dari NU semua. Ada Pak Hasyim Muzadi, ada Gus Sholah, ada Jusuf Kalla, justru yang menang yang kultural tuh yang Jusuf Kalla," tuturnya.

Sebelumnya, Gus Yahya meminta kepada semua partai politik agar tidak menggunakan NU sebagai alat dalam kompetisi politik. Dia juga meminta sejumlah parpol tak menggunakan politik identitas ketika melakukan kompetisi politik, apalagi sampai menggunakan identitas agama dan NU.

"Untuk semua partai, jadi NU itu enggak boleh digunakan sebagai senjata untuk kompetisi politik. Karena kalau dibiarkan terus-terus begini ini tidak sehat," kata pria yang akrab disapa Gus Yahya itu saat ditemui di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Senin (23/5).

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan