Sinyalemen PDI-Perjuangan bakal bergabung ke dalam koalisi parpol pendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kian menguat. Saat ini, elite-elite PDI-Perjuangan dan Gerindra tengah membahas rencana mempertemukan Prabowo dengan Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Politikus senior PDI-P Sidarto Danusubroto mengatakan keduanya mungkin bertemu pada bulan ini. "Di Jakartalah (pertemuannya). Di tempat netrallah. Mungkin ya, mungkin ya. Saya enggak tahu, ya," ujar Sidarto kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/1).
Megawati berulang kali menyebut nama Prabowo saat berpidato dalam peringatan hari ulang tahun (HUT) PDI-P ke-52 di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1). Pada salah satu momen pidato, Mega menyinggung jasa Prabowo dalam pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.
"Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto yang telah merespons pimpinan MPR terkait tindak lanjut pemulihan nama baik dan hak-hak Bung Karno sebagai Presiden RI pertama," kata Megawati di hadapan para kader PDI-P.
Mega juga membantah isu yang menyebutkan bahwa dirinya bermusuhan dengan Prabowo. Sebagai sesama ketua umum parpol, menurut Mega, hubungannya dengan Prabowo tetap harmonis meskipun keduanya berseberangan pada Pilpres 2024.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak merinci sejumlah faktor yang mendasari upaya pedekate PDI-P ke Prabowo. Pertama, PDI-P berhasrat diberikan peluang untuk bergabung ke pemerintahan lewat skema kocok ulang menteri di kabinet.
"Isu yang cukup santer Prabowo ingin melakukan reshuffle karena Prabowo kurang nyaman dengan sejumlah menteri titipan (Presiden ke-7 RI) Jokowi," kata Zaki kepada Alinea.id, Rabu (15/1).
Kedua, PDI-P tak ingin diobok-obok oleh manuver eks kader mereka. Menurut Zaki, kelompok yang ingin mengambil-alih PDI-P diduga dibekingi Jokowi. PDI-P akan kerepotan mencegah friksi di internal jika bersikap berseberangan dengan Prabowo.
"Effendi Simbolon sebelumnya, setelah pertemuan dengan Jokowi, menyerukan supaya Mega mundur. Ini diduga sebagai manuver awal untuk mengacaukan PDI-P. Mega juga merasa terganggu dengan aparat penegak hukum dan kepolisian yang dinilai banyak mengincar politisi PDI-P," kata Zaki.
Namun demikian, Zaki berharap pertemuan Prabowo-Mega nantinya tak berujung pada bergabungnya PDI-P ke kubu pemerintah. Pasalnya, saat ini tidak ada kekuatan penyeimbang di parlemen. Selain PDI-P, semua parpol penghuni bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).
"Saat ini aja sudah lemah, terutama setelah PKS ikut-ikutanan gabung dan NasDem yang semakin limbung tidak jelas arahnya. Demokrasi yang sehat memerlukan adanya penyeimbang yang kuat sehingga ada check and balance," kata Zaki.
Analis politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat berpendapat upaya mempertemukan Prabowo dan Mega bukan pertanda PDI-P ingin bergabung di KIM. Bisa jadi PDI hanya ingin menegaskan berkonflik dengan Prabowo.
"Agar tidak diganggu secara politik, akan tetapi tetap di luar pemerintahan. Pernyataan Megawati itu bukan tanda PDIP ingin masuk pemerintahan, tetapi ingin menunjukan hubungan yang baik dengan Prabowo," kata Cecep kepada Alinea.id.
Cecep menduga PDI-P masih mempertimbangkan dampak negatif dari bergabung ke pemerintahan Prabowo. Konstituen PDI-P yang jumlahnya lumayan banyak pasti akan kecewa dengan keputusan semacam itu. "Itu juga pasti dipertimbangkan PDI-P," kata Cecep.
Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farhan berpendapat peluang PDI-P bergabung ke pemerintahan Prabowo terbuka lebar. Pasalnya, PDI-P butuh mengamankan posisi mereka dari "serangan politik" kekuasaan. Jika PDI-P bergabung di KIM, pengaruh Jokowi di lingkaran kekuasaan juga akan melemah.
"Karena Prabowo memang berkepentingan agar PDI-P masuk pemerintahan, karena dia butuh stabilitas politik yang kuat di pemerintahannya. Di sisi lain. PDI-P ingin Jokowi out pengaruhnya dari kekuasaan," ucap Yusak kepada Alinea.id, Rabu (15/1).
Jika kongsi PDI-P dan Prabowo terealisasi, Yusak menduga kasus-kasus hukum yang menjerat kader-kader PDI-P akan kembali dibiarkan menggantung. "Kasus hukum akan dikorbankan dan berhenti di tempat dan ini patut disayangkan," kata Yusak.
Saat ini, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. Selain Hasto, KPK juga tengah membidik Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu.