close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung Kantor Gubernur Jawa Barat atau yang dikenal sebagai Gedung Sate di Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (20/7/2019). Alinea.id/Fandy Hutari
icon caption
Gedung Kantor Gubernur Jawa Barat atau yang dikenal sebagai Gedung Sate di Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (20/7/2019). Alinea.id/Fandy Hutari
Politik
Jumat, 15 November 2024 16:00

Yang perlu disiapkan sebelum pemekaran daerah di Jawa Barat

Ada 9 calon daerah persiapan otonomi baru di Jawa Barat, salah satunya Kabupaten Bogor Barat.
swipe

Pemprov Jawa Barat dan DPRD Jawa Barat mendorong pembentukan calon daerah persiapan otonom baru (CDPOB) atau pemekaran daerah di wilayah Jawa Barat. Ada sembilan CDPOB di Jawa Barat, yang diusulkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), antara lain Kabupaten Bogor Barat, Kabupaten Sukabumi Utara, Kabupaten Garut Selatan, Kabupaten Bogor Timur.

Lalu Kabupaten Indramayu Barat, Kabupaten Cianjur Selatan, Kabupaten Tasikmalaya Selatan, Kabupaten Garut Utara, dan Kabupaten Subang Utara. Pemprov Jawa Barat dan DPRD Jawa Barat pun masih menunggu keputusan Kemendagri untuk mencabut moratorium pembentukan daerah otonom baru (DOB).

Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yogi Suprayogi Sugandi menilai, otonomi daerah di Jawa Barat memang perlu dilakukan. Bahkan, dia mengatakan, sembilan CDPOB di Jawa Barat masih kurang. Sebab, dibandingkan Jawa Timur yang memiliki 38 kabupaten/kota, Jawa Barat hanya punya 26 kabupaten/kota.

“Selain itu, disparitas juga terbilang tinggi, yang tertinggal Jawa Barat bagian selatan. Selatan itu tertinggal secara industri karena industri itu ada di utara semua,” ucap Yogi kepada Alinea.id, Kamis (14/11).

Menurut Yogi, pemerataan di Jawa Barat masih sangat timpang lantaran tidak meratanya persebaran industri. Oleh karena itu, perlu DOB agar lebih meningkatkan pemerataan.

Yogi menuturkan, pemekaran di Jawa Barat, secara desain kota, memerlukan 14 DOB di level kabupaten/kota. Sedangkan untuk provinsi, perlu ada pemekaran menjadi dua provinsi.

Dia mengingatkan, agar pemekaran tidak menimbulkan masalah ketimpangan baru antarkabupaten/kota, sebaiknya infrastruktur penunjang suatu daerah perlu dipersiapkan dahulu, baru dilepas menjadi DOB. Yogi mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sudah diberi amanat agar suatu wilayah dibangun terlebih dahulu supaya siap menjadi kabupaten/kota.

“Kalau dulu dipisah langsung, tanpa ada perhitungan ekonominya. Sekarang, dia minimal dilihat dulu dari sisi kesiapan,” tutur Yogi.

Sementara itu, analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan menilai, pemekaran wilayah atau pembentukan DOB memang salah satu cara untuk mendekatkan negara pada masyarakat. Namun, dalam pembentukannya, harus ditimbang efektivitasnya dari sisi keluasan wilayah atau jumlah penduduk.

“Tentu dalam perjalanannya, semisal evaluasi yang dilakukan dari pemda dilihat keluasan wilayah dan jumlah penduduk yang banyak. Kalau kurang efektif, maka otonomi daerah itu bisa menjadi pilihan,” kata Bakir, Kamis (14/11).

Selain itu, menurut Bakir, faktor yang perlu dilihat pula adalah indikator kemampuan yang bisa memastikan peluang pembentukan DOB, seperti infrastruktur pelayanan dasar dan sumber daya manusia yang sudah memadai.

Terbentuknya otonomi daerah, kata dia, juga harus beririsan dengan semakin cerdasnya masyarakat. Jika tidak, justru pemekaran daerah bakal memunculkan dinasti politik lokal serta elite daerah yang berperilaku seperti raja kecil.

“Semakin intimnya masyarakat dengan pemerintah atau semakin dekatnya pelayanan pemerintah dan masyarakat. Ini tentu perlu dilihat secara keseluruhan,” ucap Bakir.

“Dalam konteks Jabar, sejauh mana pemekaran yang ada selama ini memang dianggap lebih efektif dibandingkan sebelumnya, yang masih terkonsentrasi pada wilayah tertentu.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan