Gibran Rakabuming Raka belum sepenuhnya aman sebagai cawapres Prabowo Subianto. Meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan nomor urut untuk semua paslon, Gibran masih bisa tersingkir. Saat ini, masih ada permohonan agar MK meninjau kembali putusan kontroversial yang membuka jalan bagi Gibran berkompetisi di pentas Pilpres 2024.
Analis politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Idil Akbar mengatakan MK masih jadi penentu masa depan Gibran. MK bisa saja memutuskan provisi untuk menunda pemberlakukan putusan atau bahkan merevisi putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Meskipun pencalonan Gibran batal, Idil berpendapat, Koalisi Indonesia Maju (KIM) tetap harus meminta restu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, KIM tidak bisa serta-merta menentukan cawapres secara otonom lantaran sejumlah ketua umum partai di koalisi itu tersandera persoalan hukum.
"Semua anggota koalisi juga harus membangun komunikasi dengan Jokowi untuk mencari jalan tengahnya karena kalau gugatan itu dikabulkan, maka KPU harus mematuhi itu," ucap Idil kepada Alinea.id, Selasa (14/11).
Sempat menolak pinangan sebagai cawapres karena alasan pengalaman dan regulasi, Gibran mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres usai MK merilis putusan nomor 90, Oktober lalu. Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu.
Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah dipilih atau menjabat menjadi kepala daerah. Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar ialah besan Jokowi alias paman Gibran.
Ada dua pakar hukum tata negara yang sedang mengajukan uji formil terhadap putusan itu, yakni eks Wamenkumham Denny Indrayana dan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar. Keduanya meminta putusan provisi atau sela untuk menunda berlakunya putusan nomor 90 dan menangguhkan segala kebijakan berkaitan dengan putusan itu.
Denny dan Zainal saat ini juga tercatat sebagai pihak terkait dalam perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023. Perkara itu diajukan oleh Brahma Aryana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia).
Brahma meminta MK membatasi kepala daerah yang bisa maju dalam pemilihan menjadi berbunyi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah tingkat provinsi." Artinya, capres atau cawapres yang hanya pernah menjabat sebagai wali kota atau bupati tak memenuhi syarat.
Idil berkata pencalonan Gibran yang dimuluskan melalui skandal putusan nomor 90 sebenarnya membuat legitimasi Gibran lemah sebagai cawapres. Karena putusan itu dikeluarkan oleh hakim yang melanggar etik, Gibran juga rawan diserang isu kurang sedap sebagai calon karbitan.
"Tapi, karena ketua umum partai semua memiliki kartu truf yang membuat mereka tersandera, mereka senang tidak senang harus menerima Gibran," kata Idil.
Merujuk pada PKPU No. 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, perubahan nama capres-cawapres masih dimungkinkan jika salah satu kandidat tak memenuhi syarat. KPU memberikan waktu selama 14 hari kepada koalisi partai untuk mencalonkan nama baru.
Menurut Idil, ada peluang Gibran diganti oleh calon lain yang tidak "cacat" secara moral, semisal Menteri BUMN Erick Thohir, Ketum Golar Airlangga Hartato atau Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra. Namun, ia melihat Erick jadi sosok yang paling mungkin menggantikan Gibran.
"Erick juga dianggap relatif tidak memilik kasus hukum. Airlangga ketua umum dari partai besar, tapi tersandera karena terkait dengan kasus hukum. Yusril punya pengalaman malang melintang di pemerintahan sebagai pakar hukum tata negara, tapi memiliki kekurangan secara finansial," kata Idil.
Selain ketiga nama itu, sejumlah kandidat juga duduk di bangku cadangan sebagai pengganti Gibran, semisal eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. RK punya elektabilitas tinggi sebagai cawapres, sementara Khofifah punya jejaring politik yang kuat di Jatim.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi merasa sejauh ini tidak ada pembicaraan di antara partai-partai KIM untuk mengantisipasi kemungkinan MK merevisi putusan nomor 90. Ia menegaskan Gibran tak akan diganti.
"Tidak ada calon pengganti cawapres. Cawapres Gibran sudah sah menurut KPU. Hari ini (Selasa) akan ada undian nomor urut," ucap Viva saat dihubungi Alinea.id, Selasa, (14/11)
Lebih jauh, Viva meminta publik tak lagi mempersoalkan putusan MK yang dianggap memberikan karpet merah kepada Gibran. "Beralih saja ke pertarungan gagasan, ide, pemikiran, dan rencana-rencana program," ujar Viva.