Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, mengklaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah bergabung dengan partainya. Dalihnya, internal PAN cenderung kondusif.
"Sekarang, Pak Jokowi itu partainya PAN. Sudah enggak [di partai] yang lama, ribut terus," kata Zulhas, sapaannya, saat melakukan kampanye di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, pada Sabtu (9/12).
Jokowi merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sejak kali pertama aktif di politik. Pernyataan Zulhas dilontarkan ketika hubungan Jokowi dengan PDIP dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri di titik terendah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, tersenyum tipis ketika ditanya tentang responsnya atas klaim Zulhas. Ia pun berkelakar Zulhas harus segera menunjukkan kartu tanda anggota (KTA) Jokowi sebagai kadernya.
Hasto memandang, celetukan Zulhas secara tidak langsung membantu pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Ya, nanti Pak Zul yang akan menunjukkan KTA-nya," ujarnya di Banten, Minggu (10/12). Hasto juga menyebut pernyataan Zulhas tersebut membantu pemenangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, pasangan calon (paslon) nomor urut 3 yang diusung PDIP.
Saat dikonfirmasi, Jokowi menjawab diplomatis. Ia hanya mengakui PAN bagian dari keluarganya karena termasuk salah satu pendukung pemerintahannya.
"Partai PAN ini, kan, masuk koalisi pemerintah. Jadi, PAN itu masuk ke keluarga kita," ucapnya di Jakarta, Senin (11/12).
Demi Jokowi effect
Terpisah, pengamat politik Silvanus Alvin melihat, pernyataan Zulhas sebagai upaya agar PAN turut menikmati Jokowi effect pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebab, efek tersebut, berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, baru dinikmati pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Nah, PAN melihat peluang ini. Sehingga, seakan memberi karpet merah ke Jokowi," jelasnya kepada Alinea.id, Senin (11/12).
Alvin melanjutkan, jika benar, bergabungnya Jokowi ke PAN akan memberikan keuntungan. Apalagi, eks Wali Kota Solo itu merupakan kepala negara selama 2 periode sejak 2014.
"Tidak bisa dipungkiri bahwa Jokowi adalah game changer dalam politik Indonesia," katanya.
Potensi Jokowi hijrah
Sementara itu, Direktur Demos Institute, Usni Hasanudin, menilai, ada potensi Jokowi untuk hijrah dari PDIP. Ini terlihat dari beberapa hal.
"Pertama, dia (Gibran Rakabuming Raka) menyatakan anaknya belum layak, tetapi ternyata menjadi cawapres Prabowo. Kedua, tiba-tiba Kaesang masuk politik dan menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kalau melihat setidaknya dari 2 hal ini, potensi (Jokowi keluar dari PDIP) itu mungkin saja terjadi," tuturnya.
Kendati begitu, Usni tidak melihat PAN atau bahkan partai politik (parpol) lain, seperti Partai Golkar dan Partai Gerindra, sebagai tambatan berikutnya. Sebab, di sana lebih banyak tokoh sentral sehingga kemungkinan terjadinya benturan kepentingan lebih besar.
"Menurut saya, Jokowi kemungkinan akan pindah ke PSI. Mungkin menjadi Ketua Dewan Pembina. Ini seperti di Demokrat. AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) jadi Ketum (Ketua Umum), SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) jabat Ketua Majelis Tinggi," urai Kepala Prodi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini.